CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 22 Juli 2013

Kamu Tidak Pernah Tahu

Tadi malam, barisan-barisan puisimu menculikku dalam sebuah labirin perasaan

Aku tersesat disana

Dengan menuliskannya, seolah-olah hanya kamu yang paling ahli soal merindu. Sebenarnya kita sama-sama paham soal rindu, sampai akhirnya kita tahu bahwa rindu tak cukup kuat untuk melahirkan sebuah temu. Bahkan, bukan ‘temu’ jurus terjitu untuk menghapus sebuah rindu. Tapi saat adamu tak terasa sementara, rindu itu akan hilang selamanya. Aku memang tak bisa menjanjikan yang satu itu, tapi rasakanlah, rinduku juga sebesar itu.

Terlalu istimewa jika namaku terbungkus dalam doamu. Perlu menghabiskan berapa ramuan rindu untuk melipat jemarimu? Kamu selalu bicara tentang ‘suatu hari’ seakan-akan tak punya kesempatan di masa ini. Kamu selalu bicara soal kehilangan tanpa berusaha memilikiku seutuhnya. Jika kehilangan itu tiba, berarti kamu pernah membiarkan celah seseorang untuk mencuriku.

Kamu tidak akan tahu, Tuhan mungkin sedang menyiapkan kejutan untukmu. Dia benar, kamu memang perlu bersabar. Mungkin tiadaku adalah jeda penguji kekuatan hati. Mungkin tiadaku ini pembiak rindu agar bertumbuh lebih hebat. Mungkin tiadaku adalah jalur panjang untuk menemukan bahagiamu dan mungkin tiadaku ini adalah karpet merah penyambut sosok barumu.

Kamu tidak akan pernah tahu.

Mungkin tiadaku ini adalah persiapan ‘kita’ yang lebih baik lagi di suatu hari nanti. Jika nanti benar-benar ada sehari lebih lama dari selamanya, aku ingin setuju itu mampir ke tempat kita. Kamu, masih melatari kemana mataku pergi. Tenang, semuanya akan berjalan baik-baik saja meski porosmu bukan lagi aku. Kamu tidak akan tahu, apa yang sedang Tuhan siapkan di meja kerjaNya untukmu. Bersiaplah.

( #duetpuisi bersama @fallenvioletz)

 http://lovepathie.tumblr.com/post/55680954223/kamu-tidak-pernah-tahu

KAMU; yang tak seharusnya. duet bersama @estipilami.

Tiba-tiba saja kamu ada, sebagai teman bagi sepi yang selama ini meraja. Kamu hadir bersama berlaksa perhatian, kemudian berdiam di sisi sebelah kanan. Katamu, surga itu mataku, maka tak ingin kamu biarkan disinggahi hujan. Lalu lengkung senyum ini adalah permata, yang akan senantiasa kamu jaga. Kamu ingin aku selalu baik-baik saja, namun nyatanya di balik kebahagiaanmu sudah ada dia.

Sosokmu itu serupa keinginan paling nyata, Tuan. Namun sayangnya tak boleh tersentuh, pun dimiliki. Pada lembar-lembar kisah kalian, barangkali aku hanyalah sepasang tatap mata penuh keinginan. Serupa suara-suara penggangu yang tak perlu didengar. Namun, bagaimana caranya menghapuskan ketika cinta justru tumbuh dengan begitu sadar?

Yang di balik dadaku ini apa, Tuan? Kukira namamu sengaja di sana kamu tuliskan. Ternyata jemarimu salah menulis tanda, padahal hatiku terlanjur merekamnya. Memang benar cinta bagai candu. Aku tahu tak bisa bersamamu, tapi hatiku tak pedulikan itu.

Sampai kapan ingin begini, Tuan? Debar mulai tak sabar, rasa terlanjur menebal. Jika cinta bisa terkata tanpa bicara, tentu telah kulakukan sejak lama. Dan jika aku datang lebih mula, akankah kamu menyetujui apa yang kurasa?

Jika arahmu ialah menujunya, jangan sesekali menoleh kepadaku. Sebab, pikiranmu akan lelah, sementara aku semakin lemah. Ingatlah, bahwa hati tak bisa seimbang jika diisi lebih dari satu. Maka, pulang dan kembalilah. Barangkali memang seharusnya di sana, muara rasamu berada.

 
 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/56056451937/kamu-yang-tak-seharusnya-duet-bersama-estipilami

POTRET

Di sebuah bidang datar tanpa gerak, kini kamu tak lagi sendiri. Ada gembira yang begitu tampak, sebab sela-sela jemari yang sisa sudah terisi. Pada sebuah bidang datar berukuran kecil, sepasang mata menatap dua sungging senyuman tanpa beban. Barangkali begitu bahagianya ketika telah menemukan pelabuhan pilihan. Barangkali begini rasanya ketika menemukan ruangan kosong yang telah berpenghuni. Malam kini lebih sering mencatat tentang tetesan air mata, dibanding senyum rahasia dan keberadaan sebuah rasa.

Potret-potret itu berbicara tentang raut bahagia dan rekaman peristiwa yang mungkin sulit terlupa. Sedangkan disini aku meratap lama, mengakari rasa yang tak pernah bisa ku akhiri, sambil menimang-nimang angan bahwa masih tersedia sebuah kemungkinan. Ini pilihan sulit. Aku tak pernah bersedia duduk di posisi ini. Menikmatimu hanya lewat senyuman yang terekam oleh potret-potret itu, tak bersuara menjaga rasa yang selalu terpenjara. Sedangkan perempuanmu, bebas memiliki pria yang selama ini tak bisa kugapai. Kamu.
Seandainya ada satu pinta yang boleh disetujui semesta, aku ingin bertukar posisi dengannya. Meski sekali saja. Agar aku tahu apa rasanya berbagi bahagia.

Sayangnya, keinginanku terdiri dari dua hal: mimpi yang ketinggian, dan juga harapan yang kehabisan kemungkinan. Tidak sampai terlalu lama sepertinya aku dibiarkan untuk terus berangan. Sebab, kenyataan datang bersamaan dengan sebuah berita tentang kesedihan. Mendamba kita yang bersisian hanyalah sebatas dambaan, memiliki waktu untuk bersama dihabiskan hanyalah sebatas khayalan. Sebab, setidakmungkin itu kita untuk benar-benar ada. Sesulit itu perbedaan untuk ditiadakan. Sedangkan, sebahagia itu kalian untuk dipisahkan.

Pada potret itu, berulang-ulang kekagumanku datang. Berulang-ulang pandanganku tak pernah mau pulang. Berhenti disitu saja. Mengintaimu, mengingatmu, mengikat pandangku dan berulang-ulang mencintaimu. Pada potret yang sama, berulang-ulang aku patah hati. Berulang-ulang aku cemburu melihat kebersamaan kalian. Berulang-ulang rasa sakit itu menjadi pengganjal. Pengecutkah aku? Salahkah masih mengharapkan yang lebih-lebih? Salahkah beriuh hebat soal sosok yang tak sulit ku raih? 

Ingin menyingkirkan potret yang menyertakan kalian, tapi membuangnya pun sulit. Setengahmu, setengah dia, kini telah jadi satu. Jika menutup mataku dari perempuan itu, sama saja menyeleksi kamu. Sebab sekarang, kamu dan dia adalah dua hal yang tak terpisahkan. Lalu, bagaimana mungkin aku kuat jika diharuskan mengangankan keduanya? Barangkali bahagia memang harus belajar menerima. 

Aku harus belajar berjuang menemukan bahagiaku sendiri, bukan berdiam pada luka yang akhirnya masih entah. Kini mendapatkanmu bukan hanya tak bisa, namun juga tidak boleh. Tidak mungkin aku merusak senyuman yang dengan alasan cinta. Tidak mungkin aku menunggu tanpa berbuat apa-apa. Maka, pertahankan saja senyum kalian pada potret itu. Aku akan belajar mencari cara menyunggingkan milikku sendiri.

Kalian akan selalu jadi potret warna-warni yang terus berdaur abadi. Sedangkan kita, hanya akan jadi klise yang tak pernah jadi tercetak. Karena jelas-jelas kamu hanya akan memikirkan dia dan selalu aku yang tersingkirkan pada akhirnya. Waktu tak kenal habis pada dunia kalian. Kalian pun takkan butuh arloji untuk menyelesaikan temu.

Aku inginnya, menginginkanmu yang juga menginginkanku. Tapi jikalau ini hanya mimpi, biarkanlah ini jadi penidur yang paling ahli.

(Duet kolaborasi - aku dan @estipilami, masih tentang rasa yang tak terucap)
 
#kolaborasirasa       http://lovepathie.tumblr.com/post/56136741844/potret

FIRASAT

Sebelum peristiwa manis itu dimulai sepekan lalu, aku tahu hari itu akan cepat berlalu. Maka aku merekam segalanya dalam ingatan. Sebut saja ini firasat, sebelum perpisahan bergerak lebih cepat.

Senyummu itu sumber kekagumanku, ratusan hari aku duduk di sebelahmu dan menikmati hal yang satu itu. Lagi-lagi tanpa kamu tahu. Bahumu adalah pelabuhan tempat kepalaku selalu ingin terjatuh tak sengaja. Dan hari itu aku melakukannya. Semesta mengirimkan lagi bahasa-bahasa yang tak kumengerti, seperti kau ingin terculik pergi.

Semula, semua berjalan lebih dari baik-baik saja. Senyummu dari hati, senyumku lebih gembira lagi. Namun, bahagia yang berlebihan selalu punya harganya sendiri. Barangkali dengan kepergianmu, baru bisa kulunasi.

Kamu dekat tapi terasa lebih jauh dari yang terlihat. Kamu ada tapi terasa lebih tiada dari kenyataannya. Ah, bahkan perasaanku saja sudah bisa mengira, bahagia di dekatmu seperti ini bukan untuk selamanya. Semesta semestinya tahu, menoleh pada yang selain kamu bukan keahlianku. Semesta sudah pasti tahu, memang langkahku tak seharusnya mengarah padamu.

Aku tak selalu mengerti semesta, dengan segala permainannya. Aku lebih tak mengerti kamu, dengan perhatian sementaranya. Hingga akhirnya aku semakin tak mengerti tentang kebersamaan yang belum tergapai, namun sudah harus selesai. Kamu hadir tiba-tiba, tanpa aba-aba. Kemudian pergi tanpa mengucap apa-apa. Paling tidak, beri aku pemberitahuan, supaya aku tahu hatimu telah pindah haluan. Paling tidak, beri aku tamparan, supaya aku tahu bahwa kita sudah tak lagi miliki harapan.

Hari ini adalah saksi dari ratusan hari perjalanan hati menginginimu jadi penghuni. Ingin rasanya meleraikan pikirku tentang ketidakmungkinan yang mengada-ada dalam kepala. Tapi korneaku bekerja terlalu baik, mata menangkap kamu dan dia bercengkrama dengan mesra. Tangan yang terbiasa mengayun bermain melingkar di bahuku, malam ini kau gunakan memainkan tangannya. Sakitku lebih perih dari serangkai aksara ini. Aku tidak apa-apa dengan retaknya hati yang terlalu tiba-tiba. Tapi mengapa harus lahir peristiwa sepekan lalu yang begitu manis? Itukah tujuanmu menyakitiku dengan manis?

Ingin rasanya lari sejauh mungkin, menghindar dari pemandangan di depanku. Dan terjun dalam lautan airmata sebebas-bebasnya. Selepas-lepasnya.

Apa ini yang seharusnya terjadi padaku? Yang seperti ini? Mencintai tak tahu berhenti, tapi selalu ditinggal ketika rasanya hampir memiliki.

Menjadi yang pintar mengobati pun percuma, jika aku kelak gagal di cinta yang lain lagi. Tapi aku tak mau yang lain. Sebab yang lain tentu bukan kamu.
Apa ini maksud daripada semesta?

Memberikan semacam firasat, supaya aku mampu melepasmu yang bukan lagi untuk sesaat? Apa ini alasan di balik segala kedekatan? Supaya aku menyadari bahwa yang sudah lama akrab, belum tentu bagian dari sebuah jawab?

Bahagiakah kamu bersamanya? Sebab, sepertinya sudah tak perlu lagi kuminta, agar kamu mendapat apa yang sudah kamu punya. Benar atau pun tidak, mulailah jalani hari-hari barumu dengannya. Biar hati kecil mulai terbiasa untuk melepas dengan rela.

Biar tak perlu kucari-cari apa yang telah tiada.


 http://kolaborasirasa.tumblr.com/