CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 12 November 2011

Sumbangsih Ilmuwan Islam Dalam Ilmu Kedokteran Modern

Pemikiran sarjana muslim pada masa kekhalifahan dalam memajukan ilmu kesehatan Islam pada Abad ke-9 hingga Abad ke-13 bertumpu pada metode rasional dan uji klinis. Beragam jenis terapi ditemukan oleh dokter muslim seperti Aromaterapi, Kemoterapi, Hirudoterapi, Fitoterapi, Kromoterapi, Parmacoterapi, Pisiterapi, dan Psikoterapi. Temuan lainnya adalah terapi kanker, terapi seksual, urologi, dan litotomi.
 
Pada bidang aromaterapi, Stanley Finger dalam karyanya berjudul “Origins of Neuroscience: A History of Explorations Into Brain Function”, mengungkapkan bahwa penyulingan uap air pertama kali ditemukan dokter Muslim bernama Ibnu Sina (980 M - 1037 M). Ibnu Sina menggunakan penyulingan uap air itu untuk membuat minyak esensial yang digunakan untuk mengobati pasiennya. Metode pengobatan ini disebut aromaterapi. Ibnu Sina pun dijuluki sebagai orang pertama yang mengenalkan aromaterapi. Saat ini Aromaterapi dikenal sebagai salah satu jenis pengobatan alternatif yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap, dikenal sebagai minyak esensial, dan senyawa aromatik lainnya dari tumbuhan yang bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati atau kesehatan seseorang.

Pada bidang kemoterapi, al-Razi alias Rhazes (865 M-925 M) adalah dokter Muslim yang pertama kali memperkenalkan. Dalam sebuah tulisan bertajuk “The Valuable Contribution of al-Razi (Rhazes) to the History of Pharmacy”, disebutkan Al-Razi adalah dokter yang pertama kali memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia dan obat-obatan dalam pengobatan pada abad ke-10 M. Zat-zat kimia itu adalah alkohol, belerang, tembaga, merkuri dan garam arsenik, sal ammoniac, gold scoria, zat kapur, tanah liat, karang, mutiara, ter, dan aspal. Kini, Kemoterapi digunakan sebagai metode perawatan penyakit dengan menggunakan zat kimia. Dalam kedokteran modern, kemoterapi merujuk kepada penggunaan obat sitostatik untuk merawat penyakit kanker. 

Pada bidang Hirudoterapi, Ibnu Sina adalah peletak dasarnya dan dikembangkan oleh Abd-el-latif pada abad ke-12 M. pada abad pertengahan, Terapi Lintah menjadi salah satu metode yang disukai masyarakat Eropa. Ibnu Sina juga mengenalkan penggunaan lintah sebagai perawatan untuk penyakit kulit dalam kitabnya The Canon of Medicine. Pada Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine, Nurdeen Deuraseh, dalam karyanya berjudul “Ahadith of the Prophet on Healing in Three Things (al-Shifa’ fi Thalatha): An Interpretational”, Hirudoterapi adalah penyembuhan penyakit dengan menggunakan pacet/lintah sebagai obat untuk tujuan pengobatan. Lintah harus dibersihkan sebelum digunakan. Setelah lintah menghisap lalu darah keluar, harus diteteskan garam pada bagian tubuh manusia. 

Pada bidang Fitoterapi, Ibnu Sina (Avicenna) memperkenalkan pertama kali pengobatan menggunakan Taxus baccata L. dalam kitabnya The Canon of Medicine. Ramuan obat ala Ibnu Sina bernama “Zarnab” digunakan untuk menyembuhkan sakit jantung. Seorang sarjana Barat memberikan pengakuan atas karya Ibnu Sina yakni Yalcin Tekol “The Medieval Physician Avicenna Used an Herbal Calcium Channel blocker, Taxus baccata L”. Menurut Yalcin Tekol, di dunia barat hingga tahun 1960 belum menggunakan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis (Fitoterapi). 

Pada bidang Psikoterapi, Ibnu Sina dan Al-Razi dikenal sebagai dokter pertama yang menerapkan ilmu-ilmu psikologi untuk mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang. Saat itu, Ibnu Sina menerapkan ilmu nafs atau kejiwaan pada dunia Islam yang selanjutnya disebut Psikologi Islam yang digunakan mulai Abad ke-8 M hingga Abad ke-15 M. Pada Abad ke-20/21, ilmu nafs dari Ibnu Sina berhubungan erat dengan psikologi, psikiatri dan neurosciences.

Dalam bidang Urologi, Al-Razi adalah peletak dasarnya. Rafik Berjak dan Muzaffar Iqbal, dalam karyanya “Ibn Sina - Al-Biruni correspondence, Islam & Science”, mencatat bahwa Muhammad ibnu Zakariya Razi memperkenalkan metode-metode pengobatan saluran air kencing. Al Dayel juga dalam karyanya “Urology in Islamic medicine” menempatkan Al-Razi sebagai orang pertama yang menghasilkan obat penguji untuk perawatan berbagai penyakit saluran kencing. Hingga kini ahli fisika/dokter modern masih menggunakan metode Al-Razi.

Dalam bidang Litotomi, Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi atau Abulcasis (936 M- 1013M) adalah orang yang pertama yang berhasil melakukan pencabutan saluran kencing dan batu ginjal dari saluran air kencing menggunakan instrumen/peralatan baru. Penobatan Al-Zahrawi dalam bidang lithotomi disebutkan oleh Abdul Nasser Kaadan PhD dalam karyanya “Albucasis and Extraction of Bladder Stone”.

Dalam bidang terapi kanker, Ibnu Sina alias Avicenna adalah dokter pertama yang berhasil melakukan terapi kanker. Patricia Skinner dalam bukunya “Unani-tibbi: Encyclopedia of Alternative Medicine” mengakui keberadaan Ibnu Sina yang pertama melakukan metode bedah yang disertai pemotongan atau pembersihan pembuluh darah. Sementara Prof Nil Sari dari Cerrahpasha Medical School, Universitas Istanbul, Turki, dalam tulisannya berjudul “Hindiba: A Drug for Cancer Treatment”, mengungkapkan temuan ilmuwan Muslim bernama Ibnu al-Baitar atas ramuan obat kanker atau tumor bernama “Hindiba” pada abad ke-12 M. Obat kanker warisan peradaban Islam itu kemudian dipatenkan oleh Prof Nil Sari pada 1997 (Abad ke-20).

Dalam sejarah Islam, dikenal beberapa tokoh penemu dibidang kesehatan dan kedokteran. Ibnu Sina (980-1037 M) atau dikenal di Barat dengan nama Avicenna adalah tokoh yang paling terkemuka atas karya monumentalnya “Qanun fit Al-Thib” (The Canon of Medicine), sebuah ensiklopedia pengobatan (pharmacopedia) yang berisi satu juta kata. Ibnu Sina memberi sumbangan pada Bakteriologi yakni Ilmu yang mempelajari kehidupan dan klasifikasi bakteri. Ibnu Sina juga digelari Bapak Kedokteran Modern atas rekomendasinya pada tujuh aturan dasar dalam uji klinis atas suatu obat. Selama dua abad (Abad ke-15 dan Abad ke-16) karya tersebut dicetak ulang sebanyak 35 kali dan menjadi rujukan kedokteran Eropa dan dunia hingga abad ke-18. 

Abu al-Qasim al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat dengan nama Abulcasis pada tahun 1000 M (Abad 11) mempublikasikan temuannya dalam ilmu bedah seperti 200 alat bedah dan plester sehingga digelari Bapak Ilmu Bedah Modern. Ada empat buah buku yang dihasilkannya, salah satunya adalah berjudul, ‘Al-Tastif Liman Ajiz’an Al-Ta’lif’. Buku tersebut, sebuah ensiklopedi terdiri atas 30 jilid memuat alat-alat bedah yang belum pernah ditemukan sebelumnya dalam karya-karya kedokteran kuno seperti Hippocrates maupun kedokteran Yunani (seperti Unani) dan Persia (Akademi Gundishapur). Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan, menggunakan alkohol dan lilin untuk menghentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi adalah dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III dan pernah menempuh pendidikan di Universitas Cordoba, Spanyol. Selama hidupnya mendedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran dengan spesialisasi masalah bedah, meski salah satu bukunya mengupas tentang operasi gigi.

Pada abad ke-9, tokoh Islam lainnya Ishaq bin Ali Rahawi menulis kode etik kedokteran pertama kali di dunia bernama Kitab Adab al-Tabib. Kitab tersebut terdiri atas 20 bab yang menganjurkan pertama kali diadakan Peer-Review atas setiap pendapat baru dalam dunia kedokteran. Didalam bukunya dianjurkan untuk memeriksa catatan medis sang dokter apabila ditemukan pasien meninggal dunia guna memastikan tindakan dokter sesuai dengan standard layanan medic atau tidak. Rekomendasi Rahawi hingga kini digunakan dalam kode etik kedokteran, termasuk pemeriksaan pasien dalam rumah sakit dengan penggunaan rekam medis (medical record). Masih pada abad ke-9, Al-Kindi menunjukkan aplikasi matematik untuk kuantifikasi di bidang kedokteran seperti untuk pengukuran derajat penyakit dengan menggunakan sejenis thermometer, mengukur kekuatan obat dan kemampuan menaksir saat-saat kritis pasien. 

Pada Abad ke-12, Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M) memberikan kontribusinya dalam ilmu kesehatan berupa karya berjudul ‘Al- Kulliyat fi Al-Tibb’ (Colliyet) berisi rangkuman ilmu kedokteran serta buku berjudul ‘Al-Taisir’ mengupas praktik-praktik kedokteran. Ibnu Rusdy adalah seorang dokter kelahiran Granada, Spanyol dan dikagumi oleh banyak sarjana di daratan Eropa hingga kini. Dari dataran Eropa, khususnya Spanyol dikenal beberapa nama dokter Muslim terkemuka seperti Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol; dan Ibnu Tufails, tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M.

Kemudian pada abad ke-10 Abu-Bakr Muhammad ibn Zakariya Ar-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes memulai eksperimen dan observasi klinis sehingga berhasil membangun dasar-dasar penyakit dari analisis urin dan menemukan kemoterapi. Metode yang dilakukan Ar-Razi sangat berbeda dengan metode Aristoteles dan Galen yang membangun pemikiran dan pendapatnya bukan melalui eksperimen sehingga tidak dapat diverifikasi. Buku kedokteran yang ditulisnya berjudul ‘Al-Mansuri’ (Liber Al-Mansofis) yang menyoroti tiga aspek penting dalam kedokteran, antara lain: kesehatan publik, pengobatan preventif, dan perawatan penyakit khusus. Buku lain yang dihasilkannya berjudul ‘Al-Murshid’ yang membahas tentang pengobatan berbagai penyakit seperti pengobatan cacar air, sementara bukunya berjudul ‘Al-Hawi’ menjadi salah satu rujukan sekolah kedokteran di Paris yang terdiri dari 22 volume. Al Razi adalah dokter istana Pangeran Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan kemudian menjadi dokter pribadi khalifah sekaligus dokter kepala di RS Baghdad. 

Pada tahun 1242 (Abad 13), Ibnu An-Nafis (1208 – 1288 M) merintis bedah pada manusia sehingga digelari Bapak Fisiologi peredaran darah. Sementara di negeri-negeri Barat, nanti pada tahun 1628 baru ditemukan oleh William Harvey. Ibnu An-Nafis tercatat menghasilkan sejumlah buku kedokteran diantaranya adalah berjudul ‘Mujaz Al-Qanun’ berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina. Ibnu An-Nafis juga pernah menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Namun kelahiran berada pada era awal meredupnya perkembangan kejayaan kesehatan Islam. 

Setelah abad ke-13 M, perkembangan ilmu kesehatan  yang dipelopori para cendekiawan dan sarjana Muslim memasuki masa stagnasi. Meski berada pada era keredupan pemikiran kesehatan Islam, pada Abad ke-15 diberitakan pada sebuah rumah sakit Khalifah Ustmani sudah terdapat seorang dokter bedah perempuan pertama kali di dunia. Sumbangsih para ilmuwan Islam beberapa abad lalu hingga sekarang memiliki kontribusi besar pada Ilmu Kedokteran Modern.

0 komentar:

Posting Komentar