CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 22 Juli 2013

Kamu Tidak Pernah Tahu

Tadi malam, barisan-barisan puisimu menculikku dalam sebuah labirin perasaan

Aku tersesat disana

Dengan menuliskannya, seolah-olah hanya kamu yang paling ahli soal merindu. Sebenarnya kita sama-sama paham soal rindu, sampai akhirnya kita tahu bahwa rindu tak cukup kuat untuk melahirkan sebuah temu. Bahkan, bukan ‘temu’ jurus terjitu untuk menghapus sebuah rindu. Tapi saat adamu tak terasa sementara, rindu itu akan hilang selamanya. Aku memang tak bisa menjanjikan yang satu itu, tapi rasakanlah, rinduku juga sebesar itu.

Terlalu istimewa jika namaku terbungkus dalam doamu. Perlu menghabiskan berapa ramuan rindu untuk melipat jemarimu? Kamu selalu bicara tentang ‘suatu hari’ seakan-akan tak punya kesempatan di masa ini. Kamu selalu bicara soal kehilangan tanpa berusaha memilikiku seutuhnya. Jika kehilangan itu tiba, berarti kamu pernah membiarkan celah seseorang untuk mencuriku.

Kamu tidak akan tahu, Tuhan mungkin sedang menyiapkan kejutan untukmu. Dia benar, kamu memang perlu bersabar. Mungkin tiadaku adalah jeda penguji kekuatan hati. Mungkin tiadaku ini pembiak rindu agar bertumbuh lebih hebat. Mungkin tiadaku adalah jalur panjang untuk menemukan bahagiamu dan mungkin tiadaku ini adalah karpet merah penyambut sosok barumu.

Kamu tidak akan pernah tahu.

Mungkin tiadaku ini adalah persiapan ‘kita’ yang lebih baik lagi di suatu hari nanti. Jika nanti benar-benar ada sehari lebih lama dari selamanya, aku ingin setuju itu mampir ke tempat kita. Kamu, masih melatari kemana mataku pergi. Tenang, semuanya akan berjalan baik-baik saja meski porosmu bukan lagi aku. Kamu tidak akan tahu, apa yang sedang Tuhan siapkan di meja kerjaNya untukmu. Bersiaplah.

( #duetpuisi bersama @fallenvioletz)

 http://lovepathie.tumblr.com/post/55680954223/kamu-tidak-pernah-tahu

KAMU; yang tak seharusnya. duet bersama @estipilami.

Tiba-tiba saja kamu ada, sebagai teman bagi sepi yang selama ini meraja. Kamu hadir bersama berlaksa perhatian, kemudian berdiam di sisi sebelah kanan. Katamu, surga itu mataku, maka tak ingin kamu biarkan disinggahi hujan. Lalu lengkung senyum ini adalah permata, yang akan senantiasa kamu jaga. Kamu ingin aku selalu baik-baik saja, namun nyatanya di balik kebahagiaanmu sudah ada dia.

Sosokmu itu serupa keinginan paling nyata, Tuan. Namun sayangnya tak boleh tersentuh, pun dimiliki. Pada lembar-lembar kisah kalian, barangkali aku hanyalah sepasang tatap mata penuh keinginan. Serupa suara-suara penggangu yang tak perlu didengar. Namun, bagaimana caranya menghapuskan ketika cinta justru tumbuh dengan begitu sadar?

Yang di balik dadaku ini apa, Tuan? Kukira namamu sengaja di sana kamu tuliskan. Ternyata jemarimu salah menulis tanda, padahal hatiku terlanjur merekamnya. Memang benar cinta bagai candu. Aku tahu tak bisa bersamamu, tapi hatiku tak pedulikan itu.

Sampai kapan ingin begini, Tuan? Debar mulai tak sabar, rasa terlanjur menebal. Jika cinta bisa terkata tanpa bicara, tentu telah kulakukan sejak lama. Dan jika aku datang lebih mula, akankah kamu menyetujui apa yang kurasa?

Jika arahmu ialah menujunya, jangan sesekali menoleh kepadaku. Sebab, pikiranmu akan lelah, sementara aku semakin lemah. Ingatlah, bahwa hati tak bisa seimbang jika diisi lebih dari satu. Maka, pulang dan kembalilah. Barangkali memang seharusnya di sana, muara rasamu berada.

 
 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/56056451937/kamu-yang-tak-seharusnya-duet-bersama-estipilami

POTRET

Di sebuah bidang datar tanpa gerak, kini kamu tak lagi sendiri. Ada gembira yang begitu tampak, sebab sela-sela jemari yang sisa sudah terisi. Pada sebuah bidang datar berukuran kecil, sepasang mata menatap dua sungging senyuman tanpa beban. Barangkali begitu bahagianya ketika telah menemukan pelabuhan pilihan. Barangkali begini rasanya ketika menemukan ruangan kosong yang telah berpenghuni. Malam kini lebih sering mencatat tentang tetesan air mata, dibanding senyum rahasia dan keberadaan sebuah rasa.

Potret-potret itu berbicara tentang raut bahagia dan rekaman peristiwa yang mungkin sulit terlupa. Sedangkan disini aku meratap lama, mengakari rasa yang tak pernah bisa ku akhiri, sambil menimang-nimang angan bahwa masih tersedia sebuah kemungkinan. Ini pilihan sulit. Aku tak pernah bersedia duduk di posisi ini. Menikmatimu hanya lewat senyuman yang terekam oleh potret-potret itu, tak bersuara menjaga rasa yang selalu terpenjara. Sedangkan perempuanmu, bebas memiliki pria yang selama ini tak bisa kugapai. Kamu.
Seandainya ada satu pinta yang boleh disetujui semesta, aku ingin bertukar posisi dengannya. Meski sekali saja. Agar aku tahu apa rasanya berbagi bahagia.

Sayangnya, keinginanku terdiri dari dua hal: mimpi yang ketinggian, dan juga harapan yang kehabisan kemungkinan. Tidak sampai terlalu lama sepertinya aku dibiarkan untuk terus berangan. Sebab, kenyataan datang bersamaan dengan sebuah berita tentang kesedihan. Mendamba kita yang bersisian hanyalah sebatas dambaan, memiliki waktu untuk bersama dihabiskan hanyalah sebatas khayalan. Sebab, setidakmungkin itu kita untuk benar-benar ada. Sesulit itu perbedaan untuk ditiadakan. Sedangkan, sebahagia itu kalian untuk dipisahkan.

Pada potret itu, berulang-ulang kekagumanku datang. Berulang-ulang pandanganku tak pernah mau pulang. Berhenti disitu saja. Mengintaimu, mengingatmu, mengikat pandangku dan berulang-ulang mencintaimu. Pada potret yang sama, berulang-ulang aku patah hati. Berulang-ulang aku cemburu melihat kebersamaan kalian. Berulang-ulang rasa sakit itu menjadi pengganjal. Pengecutkah aku? Salahkah masih mengharapkan yang lebih-lebih? Salahkah beriuh hebat soal sosok yang tak sulit ku raih? 

Ingin menyingkirkan potret yang menyertakan kalian, tapi membuangnya pun sulit. Setengahmu, setengah dia, kini telah jadi satu. Jika menutup mataku dari perempuan itu, sama saja menyeleksi kamu. Sebab sekarang, kamu dan dia adalah dua hal yang tak terpisahkan. Lalu, bagaimana mungkin aku kuat jika diharuskan mengangankan keduanya? Barangkali bahagia memang harus belajar menerima. 

Aku harus belajar berjuang menemukan bahagiaku sendiri, bukan berdiam pada luka yang akhirnya masih entah. Kini mendapatkanmu bukan hanya tak bisa, namun juga tidak boleh. Tidak mungkin aku merusak senyuman yang dengan alasan cinta. Tidak mungkin aku menunggu tanpa berbuat apa-apa. Maka, pertahankan saja senyum kalian pada potret itu. Aku akan belajar mencari cara menyunggingkan milikku sendiri.

Kalian akan selalu jadi potret warna-warni yang terus berdaur abadi. Sedangkan kita, hanya akan jadi klise yang tak pernah jadi tercetak. Karena jelas-jelas kamu hanya akan memikirkan dia dan selalu aku yang tersingkirkan pada akhirnya. Waktu tak kenal habis pada dunia kalian. Kalian pun takkan butuh arloji untuk menyelesaikan temu.

Aku inginnya, menginginkanmu yang juga menginginkanku. Tapi jikalau ini hanya mimpi, biarkanlah ini jadi penidur yang paling ahli.

(Duet kolaborasi - aku dan @estipilami, masih tentang rasa yang tak terucap)
 
#kolaborasirasa       http://lovepathie.tumblr.com/post/56136741844/potret

FIRASAT

Sebelum peristiwa manis itu dimulai sepekan lalu, aku tahu hari itu akan cepat berlalu. Maka aku merekam segalanya dalam ingatan. Sebut saja ini firasat, sebelum perpisahan bergerak lebih cepat.

Senyummu itu sumber kekagumanku, ratusan hari aku duduk di sebelahmu dan menikmati hal yang satu itu. Lagi-lagi tanpa kamu tahu. Bahumu adalah pelabuhan tempat kepalaku selalu ingin terjatuh tak sengaja. Dan hari itu aku melakukannya. Semesta mengirimkan lagi bahasa-bahasa yang tak kumengerti, seperti kau ingin terculik pergi.

Semula, semua berjalan lebih dari baik-baik saja. Senyummu dari hati, senyumku lebih gembira lagi. Namun, bahagia yang berlebihan selalu punya harganya sendiri. Barangkali dengan kepergianmu, baru bisa kulunasi.

Kamu dekat tapi terasa lebih jauh dari yang terlihat. Kamu ada tapi terasa lebih tiada dari kenyataannya. Ah, bahkan perasaanku saja sudah bisa mengira, bahagia di dekatmu seperti ini bukan untuk selamanya. Semesta semestinya tahu, menoleh pada yang selain kamu bukan keahlianku. Semesta sudah pasti tahu, memang langkahku tak seharusnya mengarah padamu.

Aku tak selalu mengerti semesta, dengan segala permainannya. Aku lebih tak mengerti kamu, dengan perhatian sementaranya. Hingga akhirnya aku semakin tak mengerti tentang kebersamaan yang belum tergapai, namun sudah harus selesai. Kamu hadir tiba-tiba, tanpa aba-aba. Kemudian pergi tanpa mengucap apa-apa. Paling tidak, beri aku pemberitahuan, supaya aku tahu hatimu telah pindah haluan. Paling tidak, beri aku tamparan, supaya aku tahu bahwa kita sudah tak lagi miliki harapan.

Hari ini adalah saksi dari ratusan hari perjalanan hati menginginimu jadi penghuni. Ingin rasanya meleraikan pikirku tentang ketidakmungkinan yang mengada-ada dalam kepala. Tapi korneaku bekerja terlalu baik, mata menangkap kamu dan dia bercengkrama dengan mesra. Tangan yang terbiasa mengayun bermain melingkar di bahuku, malam ini kau gunakan memainkan tangannya. Sakitku lebih perih dari serangkai aksara ini. Aku tidak apa-apa dengan retaknya hati yang terlalu tiba-tiba. Tapi mengapa harus lahir peristiwa sepekan lalu yang begitu manis? Itukah tujuanmu menyakitiku dengan manis?

Ingin rasanya lari sejauh mungkin, menghindar dari pemandangan di depanku. Dan terjun dalam lautan airmata sebebas-bebasnya. Selepas-lepasnya.

Apa ini yang seharusnya terjadi padaku? Yang seperti ini? Mencintai tak tahu berhenti, tapi selalu ditinggal ketika rasanya hampir memiliki.

Menjadi yang pintar mengobati pun percuma, jika aku kelak gagal di cinta yang lain lagi. Tapi aku tak mau yang lain. Sebab yang lain tentu bukan kamu.
Apa ini maksud daripada semesta?

Memberikan semacam firasat, supaya aku mampu melepasmu yang bukan lagi untuk sesaat? Apa ini alasan di balik segala kedekatan? Supaya aku menyadari bahwa yang sudah lama akrab, belum tentu bagian dari sebuah jawab?

Bahagiakah kamu bersamanya? Sebab, sepertinya sudah tak perlu lagi kuminta, agar kamu mendapat apa yang sudah kamu punya. Benar atau pun tidak, mulailah jalani hari-hari barumu dengannya. Biar hati kecil mulai terbiasa untuk melepas dengan rela.

Biar tak perlu kucari-cari apa yang telah tiada.


 http://kolaborasirasa.tumblr.com/

Sabtu, 18 Mei 2013

#TulisanPesanan : Saat Merelakan


Menjadi pasanganmu selama bertahun-tahun ternyata tak cukup menjadi alasan yang kuat bagi Tuhan untuk menentukan akhir cerita yang lebih mudah terbaca oleh kita berdua. Seakan lima tahun bersama bagai percuma, jika pada akhirnya saya dan kamu memilih arah jalan yang berbeda.

Semestinya saya tak perlu pedulikan banyak perkataan orang di luar sana. Sebagian dari mereka justru belum pernah mengalami apa yang pernah saya dan kamu jalani, tapi mereka menghakimi dengan begitu sengit. Seolah belum cukup menyakitkan bagi saya dan kamu untuk melawan dilema antara menentukan tanda baca mana yang tepat bagi sebuah kalimat cinta. Haruskah memilih koma atau titik? Rehat sejenak lalu melanjutkan, atau berhenti tanpa kelanjutan?

Agaknya kita berdua sudah cukup lelah meraba-raba, mencari tahu jalan mana yang bisa kita lalui bersama. Memang, ada saat dimana saya sudah ingin menyerah. Dan begitu pula kamu, takut terlambat menghentikan langkah, karena kaki saya sudah terlebih dulu memutar arah.

Setelah berpisah, berkali-kali kamu bilang saya yang salah. Tapi, dalam hati saya tak mau mengalah. Untuk menjaga hubungan agar terus sejalan, bukankah itu tugas kita berdua? Lalu, bagaimana bisa saya yang dituduh bersalah?

Ah, sudahlah. Tidak akan ada akhirnya jika kita terus menerus tak mau mengalah. Biar kali ini ego kita yang didahulukan. Biar kali ini kita pelajari caranya merobohkan apa yang sebelumnya kita bangun. Kemudian kita sibak semua tirai yang menyembunyikan hikmah dari pandangan mata. Dari situ mungkin kita akan benar-benar percaya bahwa beberapa tahun belakangan, kita telah dengan susah payah berjuang membangun impian masa depan. Meski malah menghancurkannya begitu saja dalam sebuah kesempatan.

Saya tahu kamu menyesalkan itu, tapi saya lebih menyesal lagi saat menyadari bahwa ternyata keputusan terakhir pernah ada di tangan saya. Parahnya, saya justru memilih menyetujuinya. Menyetujui keinginan kamu untuk menyerah. Padahal saya punya kesempatan untuk membuat kamu berpikir ulang. Saya punya kesempatan untuk mengusir pergi keputusasaan kamu. Setelah itu kita berjuang agar kembali sejalan. 

Benar saja, rencana Tuhan siapa yang bisa menduga. Walau sudah sepenuh hati, setengah mati, sekuat diri saling berggenggaman tangan, ternyata masih saja ada alasan untuk memilih pergi. Sesal tentu mengikuti, hanya keikhlasan dan kedewasaan tempat bersembunyi.

Biarkan.. Relakan..

Biarkan langkah kaki kita menjejak ke mana semestinya menuju. Biarkan mata hati kita menuntun tangan siapa yang semestinya tidak kita lepaskan genggamannya. Biarkan hati kita mengikhlaskan apa yang sudah direlakan pergi, lalu selanjutnya berani berbagi kembali.
Karena saya percaya. Jika memang saya untuk kamu dan kamu untuk saya, akan ada jalan pintas untuk pulang. Tuhan pasti akan memudahkan segalanya agar tangan kita kembali saling menggenggam. Semoga saja. 


Bandung 22062012 08:25

*untuk seorang sahabat, Aya. mulanya saya tidak bisa tidur, lalu tanpa sengaja menemukan flashfiction milik Kak Fatima di blognya Kak Bara yang berjudul Choice (Di Jarimu). mungkin ini kebetulan, tapi cerita kamu yang pertama kali melintasi pikiran saya saat membacanya. dan entah bagaimana, saya tiba-tiba menangis, membayangkan ada di posisi kalian berdua sambil menulis pesanan tulisan kamu ini. hehehe :’p semoga tulisan ini tidak mengecewakan ya, Ay.. semoga cukup mewakili apa yang belum bisa kamu jelaskan dengan kata-kata. dan yang terbaik untuk kamu, selalu saya doakan. :’) *peluk Aya*

Di Jarimu 
: Lakshmi
di permukaan mataku kau menuliskan luka, lalu memaksa bibirku yang sedang kau lumat dengan ucapan perpisahan membacanya kata demi kata. kita begitu fasih menghancurkan pilihan dan tak pernah tahu bagaimana cara mengembalikan.
sementara airmata sibuk mencari jalan pulang, takdir melingkar tenang di jarimu serupa kegagalan yang memaksa untuk diingat. aku tak mampu menulis di tanganmu sebab sebuah genggam tak cukup menahan puluhan rencana kepergian. kita begitu hapal cara saling menemukan tapi tak pernah paham bagaimana cara bertahan.
di dadamu ada tulisan yang tak pernah selesai. tentang rindu yang lumpuh di tengah jalan dan cinta yang mekar di tempat lain. jauh dari yang tak akan kembali. jauh dari yang tak pernah terjadi.

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/25616071607/tulisanpesananaya

#TulisanPesanan : Kisah (Sama) yang Berbeda


Mencintaimu mungkin seperti menggenggam angin. Aku bisa rasakan hadirmu di telapak tanganku, namun mustahil bisa betul-betul digenggam olehku. Karena kosong, hadirmu seperti palsu. 

Mencintaimu mungkin seperti selimut tipis di udara dingin. Halangi aku dari beku, namun gemetar masih kuasai tubuhku. Karena rancu, hangatmu seperti semu.

Mencintaimu mungkin seperti jalan pintas yang gelap dalam sebuah labirin. Kurangi jumlah jejakku saat mencari arah, namun jika tanpa cahaya, kakiku takut melangkah. 

Mencintaimu mungkin seperti tanda koma, bukan tanda titik. Memberhentikan hatiku sementara, namun tidak mungkin untuk selamanya.

Bukan, bukan aku yang meragukanmu. Bukan pula kamu yang ragukan aku. 

“Ini masalah perbedaan prinsip,” kata orang. Tapi, banyak juga orang yang bilang bahwa perbedaan itu indah. Lalu, mana yang benar? Sedangkan hati kita begitu buta, mungkin pula tuli. Mana peduli siapa benar, siapa salah. Yang hati kita tahu hanya bagaimana kita saling merengkuh, membagi teduh, mengobati luka sampai sembuh. Mana peduli siapa benar, siapa salah.

Tak apa jika aku tak mungkin mendengarmu bercerita tentang sandal jepitmu yang raib selepas Sholat Jumat. Tak apa jika aku tak mungkin melihat tanganmu berdoa dengan posisi yang sama denganku sesaat sebelum kita menyantap makanan. Tak apa jika aku tak mungkin membaca niat berpuasa dengan terburu-buru saat imsak tiba, berdua denganmu. Tak apa jika mendambakanmu menjadi imam dalam setiap sujudku hanyalah benar-benar mimpi. Tak apa, aku betul-betul mengerti.

Yang aku tak pernah mengerti, mengapa dari sekian juta lelaki di bumi, hanya kamu yang kurasa luar biasa. Begitu luar biasa karena kamu sanggup membuatku merasa luar biasa disayangi. Jika memang aku dan kamu tak boleh bersama, mengapa Tuhanku membiarkan aku dan kamu bertemu, berdekatan, kemudian saling jatuh hati? Cobalah tanyakan hal yang sama pada Tuhanmu.

Jika saja diperbolehkan, aku sama sekali tidak keberatan membiasakan diriku mengingatkanmu pergi ke gereja setiap Hari Minggu, menghias telur bersama sepupu-sepupumu yang lucu saat Paskah, lalu menemanimu mencari kado Natal untuk sekeluarga di Bulan Desember mendatang. Jika saja Tuhanku memperbolehkan.

Dan jika cinta adalah pilihan iya atau tidak, bolehkah aku memilih untuk tidak mencintaimu pada awalnya? Tidak yang tidak ingin dan tidak akan. Sehingga aku tak perlu menahan kedua lengan yang seringkali ingin memelukmu, jika senyumku belum cukup tenangkan cemasmu. Serta tangis, yang seringkali luruh sebab hati ingin milikimu. Karena cinta kurasa lebih sempurna dalam kedekatan.

Biar saja tangan kita berbeda cara dalam meminta, namun aku tahu hati kita selalu sama dalam mencinta. Biar saja bibir kita berbeda cara dalam bersyukur, namun aku tahu senyum kita selalu sama dalam bertutur. Biar saja tubuh kita berbeda cara dalam menyembah, namun aku tahu doa kita selalu sama, semoga cinta selalu tabah dan tidak terus bertambah. Walaupun harus memisah, semoga  tetap berakhir pada satu tujuan searah.

Ini tidaklah mudah, tapi aku yakin kita pasti dipertemukan kepada jalan tengah, oleh Tuhanku dan Tuhanmu.

“agama ngajarin tentang cinta tapi cinta enggak kenal sama yang namanya agama.” - @wira_panda

Bogor, 27062012 02:46

*untuk seorang sahabat, Bella. menulis ini begitu sulit karena saya belum pernah mempunyai hubungan yang serius dengan seseorang yang ‘berbeda’. tetapi semoga tulisan saya tidak mengecewakan dan cukup mewakili perasaan kamu. dan semoga semua kebingungan, kebimbangan kamu (dan dia) cepat-cepat berujung bahagia (entah bagaimanapun jalan ceritanya). amiin :’) *hugs*

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/tagged/TulisanPesanan/page/4

#TulisanPesanan: Aku. Kamu. Semoga Selalu Satu.

#TulisanPesanan: Aku. Kamu. Semoga Selalu Satu.



“I enjoy your shoulder, your smokes, the serious way you sinking on your work. A thousand more years, I vow you I’m always gonna be there.” – Shinta 

Saat itu sedang jam makan siang, tapi aku dan kamu kebetulan baru akan sarapan. Wangi khas bumbu nasi goreng menguar di udara sekeliling kita. Posisi duduk kuatur sedemikian rupa, menyisakan begitu banyak ruang bagi jarak pandangku melihat segala hal tentang kamu yang duduk di hadapan. Menit-menitpun berlalu ketika aku memperhatikan kamu sambil menunggu pesanan datang.

Rambutmu. Keningmu. Matamu. Pipimu. Hidungmu. Bibirmu. Pundakmu. Dadamu. Kedua lenganmu. Aku meneliti setiap inci tubuhmu yang terlihat dari seberang meja.
“Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa Tuhan membiarkan aku dan kamu akhirnya bersama?”
Rambutmu. Kumpulan helai hitam lembut yang seringkali lupa kamu rapikan saat sudah terlambat pergi kuliah. Yang seringkali kuganggu susunannya saat kita tertawa bersama. Benar, betapa aku suka mengacak-acak rambut hitammu.

Keningmu. Tempat dimana kecupanku gemar sekali mendarat. Tempat dimana segala kerut kamu buat saat terlampau kebingungan. Tempat dimana telapak tanganku ikut menghangat saat panas tubuhmu merangkak naik. 

Matamu. Sepasang bulir bening penuh berisi semesta hatimu. Apa yang selalu menatapku dalam-dalam sampai pipi ikut memerah malu. Apa yang selalu perhatikan setiap gerak gerik, sampai langkahku menghilang di balik pintu rumah. Apa yang selalu kurindukan, saat jarak bagai spasi memisahkan.

Pipimu. Dua yang gemar kutepuk-tepuk gemas saat membangukanmu dari tidur yang kebablasan. Dua yang tak ingin aku melihat air mata mengalir melaluinya. Dua yang acapkali membuatku tersenyum saat terisi penuh. Sungguh, pipimu lucu saat kamu makan dengan lahap karena lapar. 

Hidungmu. Jalan pintas terdekat menuju bibir dari keningmu. Yang menyangga kacamatamu agar tetap tegak, tegas membantu matamu. Yang menghimpun udara untuk menghidupimu; menghidupi aku juga secara tidak langsung.

Bibirmu. Pengucap jutaan kata cinta, begitupula rindu. Juga remah-remah amarah, yang seringkali rapi kamu jaga rapat-rapat lewat kata-kata baik yang dipilih keluar. Seakan lupa bahwa aku juga pernah mengucap kalimat pembuat luka di pintu hatimu.

Pundakmu. Bantal paling empuk di dunia. Dimana tangisku, tawaku, peluhku, kesalku, seringkali kutumpuk-tumpuk jadi satu. Tanpa pernah kamu bosan membiarkan kepalaku bersandar di situ.

Dadamu. Pusat segala debar dan detak. Milikmu yang tentu mendebarkan dadaku dan mendetakkan jantungku. Milikmu yang begitu kuingin agar Tuhan menjaganya. Milikmu, dimana sebagian hatiku setiap detiknya bertamu, membangun rumah bernama rindu.
Kedua lenganmu. Sepasang yang kokoh menopang aku. Sepasang yang hangat memeluk aku. Sepasang yang hanya milik kamu, yang kuizinkan merengkuh, menciptakan teduh, membuat semangat kembali penuh.

Oh, Tuhan begitu baik. Tuhan begitu mengerti. Tuhan begitu tahu apa yang aku, hatiku, dan ragaku butuhkan. 

Kamu. 

Dan aku berharap begitupun aku bagimu.

“Pernahkah kamu bertanya-tanya kalau bukan denganku, detik ini kamu sedang menggenggam hati milik siapa?”
Sekali waktu aku pernah sangsi, benarkah kiranya seorang lelaki bisa betul-betul mencintai perempuannya? Ternyata pada kamu kutemukan jawabannya. 

Bahwa cinta bisa sedemikian sesak saat kamu yang memberikannya. Bahwa senyum bisa sedemikian tulus saat namamu fasih kuucap. Bahwa rindu bisa sedemikian sendu saat kamu yang menjadi alasannya. Bahwa cemas bisa sedemikian menakutkan saat keselamatanmu yang ada di pikiran. Bahwa peluk bisa sedemikian menyembuhkan saat hadirmu menenangkanku.

Bahwa aku tak mau, bahkan aku tak mampu; membayangkan seseorang yang bukan kamu menempati posisimu dalam hatiku. Karena yang kubutuh hanya kamu. Itu saja.

“Pernahkah kamu bertanya-tanya seperti apa nantinya hubungan kita?”
Masa lalu biarlah berlalu. Ikhlaskan apa yang pernah kita tinggalkan. Pelajari dan perbaiki apa yang pernah salah saat dilakukan. Biarkan aku menutupi kurangmu, dan kubiarkan kamu menutupi kurangku.

Doa tak pernah luput dari bibirku yang hampir kelu memohon yang terbaik untuk masing-masing kita. Jika memang aku untuk kamu, jangan biarkan waktu jemu menjamu kisah kita. Jangan biarkan epilog masuk menuliskan dirinya dalam cerita kita. Jangan biarkan ada jeda diantara genggaman tangan kita. 

Semoga aku dan kamu selalu dikuatkan oleh Tuhan. Agar kita diperbolehkan menulis paragraf cinta tanpa akhir. Agar kita diperbolehkan saling membangun diri, memperbaiki hati dan perbuatan agar terus sejalan. Agar kita diperbolehkan membangun keluarga kecil, membuat surga jadi rumah kedua kita nantinya. 

Sepiring nasi goreng dengan asap mengepul sudah menunggu kusantap. Kamu malah sudah hampir memulai suapan pertama. Tersenyum, aku mengucap doa untuk kita sekali lagi. Semoga selalu ada waktu bagi kita berbagi apapun yang semestinya kita bagi. Sesederhana ucapan selamat pagi, selamat malam, taruhan bola, keluhan akan tumpukan tugas, dan sebagainya. Amiin. 

*untuk seorang teman, Shinta, yang baru saja merayakan tahun pertama bersama lelakinya. Semoga tulisan saya cukup mewakili 365 hari kebelakang, juga harapan untuk hari-hari tak terhitung di depan sana. Langgeng terus, saya tunggu undangan pernikahan kalian mampir ke kotak surat, beberapa tahun lagi. Amiin. :’D

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/26902771554/tulisanpesanan-aku-kamu-semoga-selalu-satu

#TulisanPesanan: Mungkin Itu Kamu.



Adalah kamu, semanis-manisnya getar dalam dada yang tak mau sabar, debar di jantung yang tak henti menyebar. Adalah juga kamu, sepahit-pahitnya getir di tipisnya bibir, pasir pada mulut sebuah cangkir. 

Cintamu begitu pintar membuatku tersihir. Sampai aku tak habis pikir, apakah ini memang takdir?
Hhh..
Aku bagaikan fakir yang terus harapkanmu, ingin jadi milikmu yang paling akhir.

***

Everything in life is a choice. Banyak orang yang bilang begitu. Aku rasa mereka tidak betul-betul mengerti bahwa tidak semudah itu menentukan pilihan. Apalagi jika pilihannya tidak sesederhana ‘ya’ atau ‘tidak’. Karena terkadang, hati kita lebih memilih ‘mungkin’ sebagai jawabannya. Padahal, ‘mungkin’ adalah pertanda keraguan.
“Kamu sayang sama aku?”
“Mungkin..”
“Kamu mau kita bersama?”
“Mungkin..”
“Kamu mau kita berpisah?”
“Mungkin..”

Mungkin. Siapa sangka satu kata ‘mungkin’ malah bisa lebih menyakitkan daripada menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’? Satu kata ‘mungkin’ bisa menghancurkan harapan yang sebelumnya kamu pupuk hati-hati sejak lama. Satu kata ‘mungkin’ juga bisa menyatukan kepingan hati yang semula remuk, berceceran di dalam rongga dada.
Ya, kamu adalah jawaban ‘mungkin’ itu.

Kamu begitu mudah berlari menujuku, lalu detik berikutnya berpaling menjauh.
Sedangkan isi hatiku tak mau turuti kepalaku, sama sekali tak mengerti akan hal itu. Yang ia tahu hanya bahwa setiap kali kamu menujuku, langkahmu akan segera berhenti, tak akan pergi ke arah lain lagi. Namun saat kamu menjauh, hati ini selalu berdoa agar kakimu tak lupa arah pulang. Padahal kulihat kamu pindah ke lain hati dengan lancang.

Memang salahku, terlanjur menitipkan hati padamu. Tapi mengharapkan aku untuk tidak mengharapkanmu tentu saja terlalu sulit. Dan mengharapkan kamu agar berhenti membuatku berharap nyatanya jauh lebih sulit.

Mengapa kedua lenganku selalu terbuka menyambutmu kembali pulang? Sedangkan air mata yang jatuh ketika kamu pergi belumlah sempat mengering.

Bahkan ketika aku sudah menemukan dia yang membantuku bangkit berdiri, kamu kembali menoleh dan mencari. Mencariku. Mengulang iris pada lukaku, menambah persimpangan pada jalan pikiranku, menarik kuat jerat temali antara hatiku dan hatimu.

***
Berhentilah, aku lelah.
Tegaskan hatimu kemana mau menuju. Pilih hitam atau putih. Jangan hitam yang keputih-putihan atau putih yang kehitam-hitaman. Pilih melangkah maju atau mundur. Jangan biarkan kaki kananmu meminta maju, sedangkan kaki kirimu inginnya mundur. Miliki aku atau jangan genggam hatiku. Tolak cintaku atau setia di sampingku.
“Kamu mau kita terus seperti ini?”
“Tidak. Sudah cukup, aku lelah menanti. Pun, aku lelah melihatmu pergi. Berkali-kali.”
Jika sekali pergi tetaplah pergi, maka lupakan bagaimana caranya kembali. Dan jika sekali tinggal tetaplah tinggal, maka lupakan bagaimana caranya tanggal.

“seperti menahan nafas, saat udara panas dan pengap bertemu panca indera.
seperti langkah yang terhenti, antara ingin pulang ataukah terus berlari.
seperti menunggu, ketika menit, detik, jam, meminta jawaban pasti.
seperti tangisan dalam bibir yang kelu, teriak ia enggan, tersedu-sedu ia tak mau diam.
seperti rindu, memaksa merasuk, walau tahu semua hanya semu.
seperti kamu, yang melaju, meniup ragu terus melebur di dadaku.”
Seperti Ingin, Tapi Tak Ingin – Indri Dwi Rachmawati



*untuk seorang teman, Wenny. Semoga tulisan saya cukup menggambarkan isi hati dan pikiran kamu. Juga isi hati dan pikiran teman-teman lain yang merasakan hal yang serupa. Semoga kamu selalu tegar, jangan lagi mudah gentar jika ia mencoba masuki hidupmu lagi. Dan semoga kita, para pemilik hati yang baik, segera dipertemukan oleh pasangan yang baik pula. Yang tak mudah merelakan kita pergi, juga tak mudah kita relakan pergi. Amiin :D

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/27067663378/pesananwenny

#TulisanPesanan : Ketulusan



“Time heals almost everything. Give time time.” –Unknown.

Yang mengawali sebuah awal adalah sesuatu yang lebih dulu terjadi harus berakhir. Setidaknya pikiran itu yang menguatkanku setelah kita berpisah. Bahwa pasti ada seseorang yang akan membawa lebih banyak bahagia untukku, walaupun dengan syarat yang cukup berat. Harus merelakanmu pergi terlebih dahulu.

Tak pernah ada selain kamu saat dulu kita bersama, karena itulah melepasmu begitu berat untukku. Aku membiasakan nafasku menghirup udara yang sama dengan yang kamu hirup. Aku membiasakan mataku melihat pemandangan yang sama dengan yang kamu lihat. Aku membiasakan telingaku mendengar apa yang juga kamu dengar. Aku membiasakan kulit kita saling menyentuh. Aku membiarkan panca indera kita membangun ikatan yang terus menerus merekat, enggan membuat sedikit saja sekat.

Sungguh, tidak ada yang salah dengan semua itu. Yang salah adalah pikiran bahwa aku kira semua itu akan berlangsung selamanya. Kita adalah selamanya. Dulu kukira kamus Bahasa Indonesia mendefinisikannya persis seperti itu. Ternyata definisinya berubah saat takdir kita mulai saling bertolakbelakang. Kutub magnet kita mulai hilang daya tarik menariknya. Memisah ‘kita’ menjadi aku dan kamu.
“Aku mau tidur, tapi jangan dimatiin ya telponnya. Biar sampe mati sendiri aja.”
Kamu ingat?
“Aku telepon cuma pengen denger suara kamu aja kok, cerita dong apa kek gitu. Aku kangen dengernya.”
Kamu ingat?
“Kamu sih bandel, udah kukasih tau jangan ujan-ujanan. Jadi pilek kan sekarang. Ayo cepetan minum obat!”
Kamu ingat?
“Kalau tiba-tiba teleponnya mati, artinya pulsaku habis ya.”
Kamu ingat?
“Kalau udah nyampe nanti telpon aku, ya. Hati-hati di jalan.”
Kamu ingat?
“muach!” - “muach!” - “muach! - “muach!” – “Emmm… Kamu emangnya beneran udah ngantuk?”(lalu tidak jadi menutup telepon)
Kamu ingat?

“Biarkan aku menghafal bekas langkahmu, jejak dari apa yang mungkin kusebut sebagai penyebab rindu.”

Jujur saja, hal pertama yang membuatku takut adalah kenangan kita. Karena kenangan itu tercipta seringkali tanpa disengaja. Dan saat kita membuatnya, mungkin kita tidak menyadari bahwa kenangan itu akan berbalik menyerang kita nantinya. 

Banyak hal yang menyadarkanku bahwa sebagian besar kenangan menyerang balik dengan efek kebalikannya. Semisal kenangan-kenangan indah, tentu banyak mempersiapkan air mata untuk kita saat nanti tak lagi merasakannya. Begitupula kenangan-kenangan buruk, bisa saja membuat kita justru bersyukur telah melepaskan masa lalu. 

Akupun sebetulnya tidak percaya perkataan orang yang menyebutkan bahwa aku harus segera melupakan kamu setelah kita berpisah. Aku rasa bukan melupakan yang menjadi jalan keluar, tapi mengikhlaskan. Jika melupakan harus menjadi jalan keluar, tentu semua orang di dunia sudah berkali-kali membuat dirinya sendiri amnesia. Agar semua kenangan tak perlu repot-repot teringat. Agar semua cemburu tak perlu curi-curi waktu saat melihat posisiku sudah ada yang menggantikan.
“Aku sayang kamu selamanya. Jangan tinggalin aku ya..”
Kalimat itu berarti segalanya untukku. Dulu. Tapi kini, setelah ribuan hari terlewat, masing-masing dari kita nyatanya bisa tetap terlihat kuat. Kuat menahan cinta yang sesekali masih rajin bertandang. Lalu rindu, sesuatu yang mungkin tak bisa ditahan, tapi harus pandai kututupi rapat-rapat.

***

Terima kasih, untuk setiap hari manis yang sudah kamu tulis sedemikian rupa dalam buku cerita hidup milikku. 

Terima kasih, untuk setiap nyeri memar yang sudah kamu jadikan bumbu pelengkap di dalamnya beberapa waktu.

Terima kasih, untuk setiap masalah yang kita buat dan selesaikan bersama-sama.
Terima kasih, untuk setiap pelajaran berharga, bahwa kita hanya harus mencintai dengan ‘cukup’, dan bukan ‘berlebihan’.

Aku sungguh bersyukur pernah memilikimu, menjadi payung pemberi teduhmu, menjadi jalan keluar untuk resahmu, menjadi hangat di setiap dinginmu, menjadi harap saat cemasmu, menjadi tawa setelah tangismu, menjadi sebagian dari hatimu.

Ikhlaskan kita yang dulu pernah ada. Semoga apa yang telah kita lalui bersama bisa membuat kita lebih pandai mencintai seseorang yang berikutnya. Semoga aku dan kamu nantinya memperoleh lebih banyak bahagia. Amiin..

 
*untuk seorang teman, Dwi Ariani. semoga tulisan saya cukup sesuai dengan kisah kamu. saya belum mendengarnya secara rinci, tapi saya harap tulisan ini tidak mengecewakan. semoga kisah kamu yang baru akan membuat bahagia tidak berpindah dari sisi kamu. Amiin :D ohya, ibarat sedang mengendarai mobil, jangan sering-sering menoleh ke kaca spion, yaa. :p
ada sebagian percakapan yang terinspirasi oleh linikala milik @hurufkecil. terima kasih banyak, Kak Tomat. :D

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/27290865035/tulisanpesanandwi

#TulisanPesanan: Belum Pernah - Sandy

..ku tak punya cara menghindarimu
ku tak bisa menolak kehadiranmu
andai bisa ku berhenti inginkanmu
ku tak mampu menolak kamu..”

 

Bagaimana kita mengetahui bahwa dialah orang yang tepat, jika bukan kita sendiri yang mencari tahu?
Kebetulan ada aku di tempat itu. Kebetulan juga ada kamu. Kebetulan kita saling dikenalkan. Lalu, kebetulan hatiku menjatuhimu. Namun, setelah kupikirkan lagi, bisa saja tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Kebetulan mungkin hanya rencana Tuhan yang tidak kita tahu alasan dibaliknya dan tujuan setelahnya. Apakah pertemuan kita juga termasuk rencana Tuhan?
Hari-hari berlalu. Detik demi detik. Detak demi detak. Rasa demi rasa. Namun tetap padamu hati ini berulangkali terjatuh, tak peduli banyak sosok datang dan pergi melewati pintu hati yang sudah nyaris runtuh. Kamu begitu fasih memutarbalikkan duniamu, menjadikannya duniaku. Kamu begitu fasih mengangkat tinggi harapanku, namun tetiba menjatuhkannya di hadapanku. Kamu begitu fasih menjadi alasan senyumanku di pagi buta, namun juga jadi penyebab lembar-lembar luka. Andai akal dan rasa dapat bekerja sama, mestinya aku tak perlu tersiksa. Bingung harus memilih jalur yang mana. Tetap betah dinaungi pesonamu, atau ambil kesempatan untuk menjauh?
Padahal nyaris semua yang kucari ada padamu. Kamu adalah sembilan, ketika aku mencari sepuluh. Kamu adalah empat sehat, ketika aku ingin lima sempurna. Kamu adalah empat indera, ketika aku butuh lima indera. Kamu adalah sebenar-benarnya nyata yang kuimpikan, namun hati masih ragu memutuskan.

Mencari itu melelahkan. Maka ketika sudah dipertemukan, aku berjanji tak akan menyia-nyiakan.

Sejujurnya, aku sudah lelah bermain-main dalam mencintai. Sudah bukan saatnya lagi aku harus sibuk berganti-ganti kesana kemari. Jika bisa menetap pada satu hati dan terus bertahan, mengapa tidak? 
Aku bukan singgah, aku ingin terus tinggal. Aku bukan mampir, aku ingin terus menerus hadir. Aku telah menjadikanmu sebagai titik terakhir, maka jadikan aku awal dari segala sempurnanya takdir.
Padamu hatiku terjatuh. Dan semoga tetap padamu aku berlabuh.
Kepadamu hatiku terlanjur patuh. Dan semoga hanya di hatiku kamu sudi membangun rumah tempatmu berteduh. 
Semoga semesta mengamini dan Tuhan mengizinkan.

Mungkin Tuhan terlalu sayang. Dia mempertemukan kita dengan yang ‘salah’ terlebih dahulu, agar kita lebih banyak bersyukur saat bertemu dengan yang ‘benar’ sehingga tak akan kita lepaskan begitu saja.
Mungkin Tuhan terlalu sayang. Dia mempertemukan kita dengan yang ‘menyakiti’ terlebih dahulu agar kita menghargai betapa sulitnya menemukan yang tepat untuk ‘menyembuhkan’.

Bandung, 11082012 17:09

 *untuk seorang sahabat, Sisca. semoga tulisan ini tepat menggambarkan keinginan dan doa-doamu. semoga semua yang Tuhan berikan bagi kita untuk dilewati adalah memang jalanNya yang terbaik. yang nantinya mendatangkan kebahagiaan demi kebahagiaan dan menjauhkan dari segala sakit dan perihnya dilukai. amiin. :’D

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/29188020214/tulisanpesanansika

#TulisanPesanan: Mengapa Harus Dia?

Melepaskan memang tak pernah terasa mudah, sebab ada waktu ketika memilikimu aku tak mengenal kata sudah. Pun, melepaskan tak pernah terlalu sulit, sebab kamu memberi begitu banyak alasan agar cinta diantara kita berhenti membelit.

Semestinya, tak perlu ada sesal dari sebuah perpisahan, jika bukan ini kenyataan yang kemudian kamu suguhkan. Kini kamu seperti sengaja membuatku berada pada posisi yang terpaksa berkata tak rela. 

Satu pertanyaan yang sedang sesaki dada; Mengapa harus dia?
Menjadi sahabat seharusnya mendukung, namun aku seperti merasa ditikung. Mungkin ini salah satu dari sejuta kesulitan yang datang setelah kita bukan lagi sepasang. Adanya dia bersamamu sekarang, seperti angin dingin menampar pipiku tanpa henti. Pedih.

Ada begitu banyak perempuan datang dan pergi dalam hidupmu; namun mengapa harus dia yang hatimu tuju?

Ada begitu banyak kesempatan menjadikan perempuan lain sebagai pilihan; namun mengapa harus dia yang kamu inginkan?

Bukan salah kalian, aku benar-benar tahu itu. Jika sudah saling cinta, tak ada perihal apapun yang mampu memisah. Akan tetapi hati ini gelisah, mau tak mau seperti mengharapkan hubungan kalian terpecah.

Sebut saja aku sadis. Lagipula dalam cinta, mana ada hati yang terkadang tak berlaku egois?
Memang, kentara sekali bahwa aku sedang mencari pembenaran. Tapi tunggu, jangan terburu-buru menghakimi, jika kamu belum tahu seperti apa isi hati ini. 

Aku hanya ingin menjadi satu-satunya yang kamu miliki. Melanjutkan rasa yang kita sebut berbagi. Mengulang memori, membuang sakit di hati.

Benarkah kita tak mungkin kembali?

Semoga kelak, waktu mengajarkanku caranya mengerti, bahwa hatimu sudah tak tersentuh. Maka mustahil membuat kita kembali utuh. Semoga kelak, kamu benar-benar mampu kurelakan pergi. Sebab sungguh, aku tak berniat menyakiti sahabatku sendiri. Semoga kelak, kutemukan cinta yang lain, agar berhenti semua sesak ini; agar dengan yang selanjutnya, bisa kutemui bahagiaku sendiri.
memang, hati tak mungkin bisa dibohongi. jika kita merasa tersakiti, tak bisa begitu saja diobati. tak peduli sekalipun hanya karena melihat orang lain memiliki bahagia yang seharusnya bisa kita miliki. namun percuma menyalahkan keadaan. bukankah justru lebih baik mencari sebuah jawaban?


*ditulis untuk seorang teman, Putri. semoga kamu sudah siap untuk mencari kebahagiaanmu sendiri, jangan sampai ego itu menghalangi kebahagiaan orang lain. :)

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/29188020214/tulisanpesanansika

#TulisanPesanan: Kisah Baru



Ini kisah cintaku yang kesekian. Ya, kali ini memang bukan lagi denganmu. Namun tak perlulah kamu bertanya, sebab kamu memang masih punya tempat di dalam aku; sekalipun mati-matian telah kuusahakan hati ini kosong sejak kita tak lagi bersatu.

Kalau boleh jujur, ini bukan tentang sebaik apa penggantimu untukku. Ini tentang sedalam apa aku pernah jatuh di dasar hatimu, tanpa tahu ternyata kita belum sempat membangun jalan keluarnya. Sehingga meski kita sudah tak lagi bersama, tinggallah aku yang masih berjuang. Dan bukan atas nama kita. 

Sudah kutemukan dia, penggantimu, yang kini menggenggam penuh hatiku. Takkan kucoba bandingkan kalian. Hanya saja, apa yang dulu pernah kita ciptakan, bekasnya belum hilang dari ingatan. Entah itu suka, entah itu luka. Masih menempel rapi pada buku kenangan. 

Maafkan egoku jika aku tetap tak mau dipersalahkan, namun kita berdua juga betul-betul paham bahwa kisah cinta itu kita bangun perlahan-lahan. Huruf demi huruf. Debar demi debar. Luka demi luka. Kamu yang lebih dahulu sampai pada titik terakhir, meninggalkan aku yang masih terpaku pada tanda tanya terbesar. Kamu yang lebih dahulu membangun kisah baru, meninggalkan aku yang bingung harus bagaimana; meninggalkan kita? Atau tetap menunggumu dan menunggalkan kita?

Tuhan yang kemudian datang memberi jawaban lewat dia yang kini berada di sampingku. Namun sayangnya, bahkan Tuhan pun tak memberi petunjuk jalan bagiku untuk keluar dari hatimu. Sebagian aku masih tertinggal di situ. Membuat aku belum sepenuhnya bisa memasuki pintu hati yang baru. Membuat aku takut, adakah kiranya kisah ini akan berakhir seperti kisah kita yang lalu? 

Aku pernah dilukai. Kamu pernah kulukai. Kita pernah terluka.
Namun aku tahu, kita sudah pernah belajar mengobati hati tanpa kehadiran masing-masing, lalu mencari bahagia yang lain. Sebab, tak mungkin Tuhan sebaik ini telah mengirimkan lelaki untukku dan perempuan untukmu, jika bukan untuk membantu kita menemukan bahagia yang baru. Bukankah begitu?

Kuharap setelah semua yang kita lewati−menjadi alasan bagi masing-masing senyum dan air mata−kita memang sudah siap membangun kisah cinta yang baru lagi, yang jauh lebih baik. Jangan sampai setiap detik perpisahan itu menjadi sia-sia, hanya karena kita tak pandai perbaiki yang salah, kemudian justru mengulang apa yang dulu kita sebut sebagai masalah.
Selalu ada awal bagi sebuah akhir; dan akhir bagi sebuah awal. Serta selalu ada waktu untuk menyesal, namun yang kita butuhkan adalah  rasa syukur atas segala hal. Ingatlah, jika Tuhan memang sudah berkata ‘ya’ untuk melangkah maju, tak perlu bingung harus ke mana menuju. Sebab aku percaya, di hadapan sana, banyak bahagia yang sudah menunggu untuk dimiliki oleh kita.


*untuk seorang teman, dwiariani. maaf untuk waktu yang tidak sebentar menunggu tulisan ini selesai. semoga tulisan ini masih bisa diterima entah oleh sudut sebelah mana dalam hatimu. selamat menjalani kisahmu yang baru. :’)

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/tagged/TulisanPesanan/page/3