CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 18 Mei 2013

#TulisanPesanan: Aku. Kamu. Semoga Selalu Satu.

#TulisanPesanan: Aku. Kamu. Semoga Selalu Satu.



“I enjoy your shoulder, your smokes, the serious way you sinking on your work. A thousand more years, I vow you I’m always gonna be there.” – Shinta 

Saat itu sedang jam makan siang, tapi aku dan kamu kebetulan baru akan sarapan. Wangi khas bumbu nasi goreng menguar di udara sekeliling kita. Posisi duduk kuatur sedemikian rupa, menyisakan begitu banyak ruang bagi jarak pandangku melihat segala hal tentang kamu yang duduk di hadapan. Menit-menitpun berlalu ketika aku memperhatikan kamu sambil menunggu pesanan datang.

Rambutmu. Keningmu. Matamu. Pipimu. Hidungmu. Bibirmu. Pundakmu. Dadamu. Kedua lenganmu. Aku meneliti setiap inci tubuhmu yang terlihat dari seberang meja.
“Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa Tuhan membiarkan aku dan kamu akhirnya bersama?”
Rambutmu. Kumpulan helai hitam lembut yang seringkali lupa kamu rapikan saat sudah terlambat pergi kuliah. Yang seringkali kuganggu susunannya saat kita tertawa bersama. Benar, betapa aku suka mengacak-acak rambut hitammu.

Keningmu. Tempat dimana kecupanku gemar sekali mendarat. Tempat dimana segala kerut kamu buat saat terlampau kebingungan. Tempat dimana telapak tanganku ikut menghangat saat panas tubuhmu merangkak naik. 

Matamu. Sepasang bulir bening penuh berisi semesta hatimu. Apa yang selalu menatapku dalam-dalam sampai pipi ikut memerah malu. Apa yang selalu perhatikan setiap gerak gerik, sampai langkahku menghilang di balik pintu rumah. Apa yang selalu kurindukan, saat jarak bagai spasi memisahkan.

Pipimu. Dua yang gemar kutepuk-tepuk gemas saat membangukanmu dari tidur yang kebablasan. Dua yang tak ingin aku melihat air mata mengalir melaluinya. Dua yang acapkali membuatku tersenyum saat terisi penuh. Sungguh, pipimu lucu saat kamu makan dengan lahap karena lapar. 

Hidungmu. Jalan pintas terdekat menuju bibir dari keningmu. Yang menyangga kacamatamu agar tetap tegak, tegas membantu matamu. Yang menghimpun udara untuk menghidupimu; menghidupi aku juga secara tidak langsung.

Bibirmu. Pengucap jutaan kata cinta, begitupula rindu. Juga remah-remah amarah, yang seringkali rapi kamu jaga rapat-rapat lewat kata-kata baik yang dipilih keluar. Seakan lupa bahwa aku juga pernah mengucap kalimat pembuat luka di pintu hatimu.

Pundakmu. Bantal paling empuk di dunia. Dimana tangisku, tawaku, peluhku, kesalku, seringkali kutumpuk-tumpuk jadi satu. Tanpa pernah kamu bosan membiarkan kepalaku bersandar di situ.

Dadamu. Pusat segala debar dan detak. Milikmu yang tentu mendebarkan dadaku dan mendetakkan jantungku. Milikmu yang begitu kuingin agar Tuhan menjaganya. Milikmu, dimana sebagian hatiku setiap detiknya bertamu, membangun rumah bernama rindu.
Kedua lenganmu. Sepasang yang kokoh menopang aku. Sepasang yang hangat memeluk aku. Sepasang yang hanya milik kamu, yang kuizinkan merengkuh, menciptakan teduh, membuat semangat kembali penuh.

Oh, Tuhan begitu baik. Tuhan begitu mengerti. Tuhan begitu tahu apa yang aku, hatiku, dan ragaku butuhkan. 

Kamu. 

Dan aku berharap begitupun aku bagimu.

“Pernahkah kamu bertanya-tanya kalau bukan denganku, detik ini kamu sedang menggenggam hati milik siapa?”
Sekali waktu aku pernah sangsi, benarkah kiranya seorang lelaki bisa betul-betul mencintai perempuannya? Ternyata pada kamu kutemukan jawabannya. 

Bahwa cinta bisa sedemikian sesak saat kamu yang memberikannya. Bahwa senyum bisa sedemikian tulus saat namamu fasih kuucap. Bahwa rindu bisa sedemikian sendu saat kamu yang menjadi alasannya. Bahwa cemas bisa sedemikian menakutkan saat keselamatanmu yang ada di pikiran. Bahwa peluk bisa sedemikian menyembuhkan saat hadirmu menenangkanku.

Bahwa aku tak mau, bahkan aku tak mampu; membayangkan seseorang yang bukan kamu menempati posisimu dalam hatiku. Karena yang kubutuh hanya kamu. Itu saja.

“Pernahkah kamu bertanya-tanya seperti apa nantinya hubungan kita?”
Masa lalu biarlah berlalu. Ikhlaskan apa yang pernah kita tinggalkan. Pelajari dan perbaiki apa yang pernah salah saat dilakukan. Biarkan aku menutupi kurangmu, dan kubiarkan kamu menutupi kurangku.

Doa tak pernah luput dari bibirku yang hampir kelu memohon yang terbaik untuk masing-masing kita. Jika memang aku untuk kamu, jangan biarkan waktu jemu menjamu kisah kita. Jangan biarkan epilog masuk menuliskan dirinya dalam cerita kita. Jangan biarkan ada jeda diantara genggaman tangan kita. 

Semoga aku dan kamu selalu dikuatkan oleh Tuhan. Agar kita diperbolehkan menulis paragraf cinta tanpa akhir. Agar kita diperbolehkan saling membangun diri, memperbaiki hati dan perbuatan agar terus sejalan. Agar kita diperbolehkan membangun keluarga kecil, membuat surga jadi rumah kedua kita nantinya. 

Sepiring nasi goreng dengan asap mengepul sudah menunggu kusantap. Kamu malah sudah hampir memulai suapan pertama. Tersenyum, aku mengucap doa untuk kita sekali lagi. Semoga selalu ada waktu bagi kita berbagi apapun yang semestinya kita bagi. Sesederhana ucapan selamat pagi, selamat malam, taruhan bola, keluhan akan tumpukan tugas, dan sebagainya. Amiin. 

*untuk seorang teman, Shinta, yang baru saja merayakan tahun pertama bersama lelakinya. Semoga tulisan saya cukup mewakili 365 hari kebelakang, juga harapan untuk hari-hari tak terhitung di depan sana. Langgeng terus, saya tunggu undangan pernikahan kalian mampir ke kotak surat, beberapa tahun lagi. Amiin. :’D

 http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/26902771554/tulisanpesanan-aku-kamu-semoga-selalu-satu

0 komentar:

Posting Komentar