CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 20 Januari 2011

Denging di kuping berhubungan dengan otak

Denging di kuping berhubungan dengan otak
Andrea Kratzenberg/stock.xchng
 
Tinnitus, yang ditandai dengan dengingan di telinga dipicu oleh aktivitas otak dalam upaya melindungi manusianya. Demikian hasil penelitian para ahli saraf di Georgetown University Medical Center (GUMC).

Denging yang terdengar disebabkan oleh usaha otak yang gagal untuk melindungi orang dari rangsangan suara yang berlebihan. Menurut studi yang terbit pada Neuron edisi 13 bulan Januari tersebut, usaha otak itu juga bisa menyebabkan rasa sakit yang kronis dan kekalutan.

Ketika seseorang kehilangan pendengaran (bisa karena penuaan, suara keras, serta kecelakaan), otak akan memproduksi suara sebagai pengganti. Sistem limbik pada otak seharusnya menghentikan suara ini agar tidak terdengar. Ketika sistem limbik gagal menghentikan suara, muncullah tinnitus. "Kami yakin kesalahan pada sistem limbik dan jaringan pendengaran jadi penyebab tinitus kronis," tegas pemimpin studi Josef P. Rauschecker, PhD. Sistem limbik adalah bagian otak yang bertanggung jawab memproses emosi.

Tinnitus tidak dapat disembuhkan, tapi obat depresi bisa menolong beberapa pasien.

Studi dilakukan dengan fMRI (functional Magnetic resonance Imaging) dan melibatkan 22 relawan yang sebagian sudah didiagnosis menderita tinnitus kronis. Rauschecker dan timnya mendapati aktivitas berlebihan pada bagian korteks suara pada orang dengan tinnitus. Aktivitas yang sangat berlebihan didapati pada bagian nucleus accumbens, bagian dari sirkuit corticostriatal, yang terlibat dalam emosi. Aktivitas itu semakin jelas ketika frekuensi yang sama diperdengarkan dengan frekuensi yang hilang.

"Dengan studi ini, kami membuktikan kalau orang dengan tinnitus memiliki struktur limbik, khususnya bagian nucleus accumbens, yang berbeda," kata Rauschecker. Penyimpanangan fungsi pada aera itu juga bisa ditandai dengan perubahan suasana hati, bahkan rasa sakit kronis.

Sumber: ScienceDaily

0 komentar:

Posting Komentar