Terkadang ketika terlalu mencinta, seringkali kita terlupa bahwa tidak semua hati patut diperjuangkan. Sebab, ada hati yang tak mungkin diluluhkan, sekalipun kita sudah berjuang mati-matian. Seperti aku kepada hatimu, misalnya.
Menujumu, aku sudah separuh jalan. Namun separuh hatimu saja seakan tak mungkin aku dapatkan.
Terkadang aku terlalu berusaha untuk menciptakan getaran-getaran itu tampak nyata. Seperti rasa yang tak pernah habis kehilangan asa. Aku menyadari bahwa kamu sama sekali tidak mengerti akan tanda-tanda. Lalu haruskah kita yang sudah aku rangkai dan belum sempat dimulai, menemui kata selesai?
Kusebut kamu debar tanpa usai. Sebab meski cinta ini tak pernah diberi balasan, tetap pada hatimu aku selalu menginginkan. Kusebut kamu satu-satunya penantian. Sebab untukmu aku selalu menjaga hati, tanpa pernah tahu bagaimana membuat harap ini mati.
Aku mengejarmu, kamu mengejar yang bukan aku. Kita seperti berlari dalam lingkaran berliku yang ujungnya tak akan pernah berbalik menujuku.
Adakah kiranya setitik aku dalam lubuk hatimu yang terdalam? Sama seperti keinginanku akan kamu yang tak pernah bisa diam. Sempatkah aku untuk bertamu walau tak lebih lama dari waktu-waktu yang telah berlalu? Sebab sama seperti kamu yang selalu berkunjung tanpa memedulikan logika dan hati yang sedang beradu.
Karena di atas segala yang sudah ada, hanya kamu yang kudamba.
Pernah kucoba menyerah, namun hati sudah tak bisa mengubah arah. Entah apa yang akan terlintas di benakmu jika tahu bahwa aku telah menginginkanmu sedalam itu. Aku pernah melupakan harga diri hanya demi mendapatkanmu di sisi. Aku merasa tak keberatan tersakiti hanya untuk menjadi milikmu yang sejati.
Aku layaknya seorang bodoh yang bahagia. Ah, biar saja.
Dan kamu di sana, aku tidak tahu sedang memikirkan apa. Entah di bagian mana aku di sepanjang garis pedulimu. Mungkin aku hanyalah semu, yang tak pernah terlintas barang seujung kuku. Ada suara-suara yang tidak dengan hati ingin kaudengar, ada senyuman-senyuman yang di matamu tidak begitu bersinar. Pada langkah-langkahku yang bahkan sudah goyah, kamu pernah menjadi penunjuk arah. Kini, aku hanyalah entah.
Tentang tujuan hati yang selalu ada namamu tertulis, hanya kamu sumber kenangan manis. Tentang gores luka sisa perasaan yang tersia-sia, hanya kamu satu-satunya penghilang dan pembawa bahagia. Ini bukan cinta buta. Ini hanya cinta yang terlalu menginginkan sebuah ‘kita’.
Akankah semua asa menjadi nyata? Ataukah akan tetap percuma segala tumpukan doa?
Padamu aku masih saja menggantungkan harap yang entah kapan akan terjawab. Padamu aku masih saja mendamba segala sesuatu yang indah tentang kita. Pada sebuah arah putar balik, aku memaksakannya lalu justru berhenti di satu titik. Memupuk asa dan keyakinan bahwa menunggumu adalah pilihan yang terbaik. Entah akan sampai kapan, mungkin hingga pada nantinya kamu menyadari segala perasaan-perasaan dan berkeinginan untuk membuka pintu hati secara perlahan—yang entah kapan.
From: http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com
Terkadang aku terlalu berusaha untuk menciptakan getaran-getaran itu tampak nyata. Seperti rasa yang tak pernah habis kehilangan asa. Aku menyadari bahwa kamu sama sekali tidak mengerti akan tanda-tanda. Lalu haruskah kita yang sudah aku rangkai dan belum sempat dimulai, menemui kata selesai?
Kusebut kamu debar tanpa usai. Sebab meski cinta ini tak pernah diberi balasan, tetap pada hatimu aku selalu menginginkan. Kusebut kamu satu-satunya penantian. Sebab untukmu aku selalu menjaga hati, tanpa pernah tahu bagaimana membuat harap ini mati.
Aku mengejarmu, kamu mengejar yang bukan aku. Kita seperti berlari dalam lingkaran berliku yang ujungnya tak akan pernah berbalik menujuku.
Adakah kiranya setitik aku dalam lubuk hatimu yang terdalam? Sama seperti keinginanku akan kamu yang tak pernah bisa diam. Sempatkah aku untuk bertamu walau tak lebih lama dari waktu-waktu yang telah berlalu? Sebab sama seperti kamu yang selalu berkunjung tanpa memedulikan logika dan hati yang sedang beradu.
Karena di atas segala yang sudah ada, hanya kamu yang kudamba.
Pernah kucoba menyerah, namun hati sudah tak bisa mengubah arah. Entah apa yang akan terlintas di benakmu jika tahu bahwa aku telah menginginkanmu sedalam itu. Aku pernah melupakan harga diri hanya demi mendapatkanmu di sisi. Aku merasa tak keberatan tersakiti hanya untuk menjadi milikmu yang sejati.
Aku layaknya seorang bodoh yang bahagia. Ah, biar saja.
Dan kamu di sana, aku tidak tahu sedang memikirkan apa. Entah di bagian mana aku di sepanjang garis pedulimu. Mungkin aku hanyalah semu, yang tak pernah terlintas barang seujung kuku. Ada suara-suara yang tidak dengan hati ingin kaudengar, ada senyuman-senyuman yang di matamu tidak begitu bersinar. Pada langkah-langkahku yang bahkan sudah goyah, kamu pernah menjadi penunjuk arah. Kini, aku hanyalah entah.
Tentang tujuan hati yang selalu ada namamu tertulis, hanya kamu sumber kenangan manis. Tentang gores luka sisa perasaan yang tersia-sia, hanya kamu satu-satunya penghilang dan pembawa bahagia. Ini bukan cinta buta. Ini hanya cinta yang terlalu menginginkan sebuah ‘kita’.
Akankah semua asa menjadi nyata? Ataukah akan tetap percuma segala tumpukan doa?
Padamu aku masih saja menggantungkan harap yang entah kapan akan terjawab. Padamu aku masih saja mendamba segala sesuatu yang indah tentang kita. Pada sebuah arah putar balik, aku memaksakannya lalu justru berhenti di satu titik. Memupuk asa dan keyakinan bahwa menunggumu adalah pilihan yang terbaik. Entah akan sampai kapan, mungkin hingga pada nantinya kamu menyadari segala perasaan-perasaan dan berkeinginan untuk membuka pintu hati secara perlahan—yang entah kapan.
entah apa yang lebih menyakitkan dari perhatian tulus yang justru sengaja dibalas dengan ketidakpedulian.
From: http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com
0 komentar:
Posting Komentar