#TulisanPesanan: Aku. Kamu. Semoga Selalu Satu.
“I enjoy your shoulder, your smokes,
the serious way you sinking on your work. A thousand more years, I vow
you I’m always gonna be there.” – Shinta
Saat itu sedang jam makan siang, tapi aku dan kamu
kebetulan baru akan sarapan. Wangi khas bumbu nasi goreng menguar di
udara sekeliling kita. Posisi duduk kuatur sedemikian rupa, menyisakan
begitu banyak ruang bagi jarak pandangku melihat segala hal tentang kamu
yang duduk di hadapan. Menit-menitpun berlalu ketika aku memperhatikan
kamu sambil menunggu pesanan datang.
Rambutmu. Keningmu. Matamu. Pipimu. Hidungmu.
Bibirmu. Pundakmu. Dadamu. Kedua lenganmu. Aku meneliti setiap inci
tubuhmu yang terlihat dari seberang meja.
“Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa Tuhan membiarkan aku dan kamu akhirnya bersama?”
Rambutmu. Kumpulan helai hitam lembut yang
seringkali lupa kamu rapikan saat sudah terlambat pergi kuliah. Yang
seringkali kuganggu susunannya saat kita tertawa bersama. Benar, betapa
aku suka mengacak-acak rambut hitammu.
Keningmu. Tempat dimana kecupanku gemar
sekali mendarat. Tempat dimana segala kerut kamu buat saat terlampau
kebingungan. Tempat dimana telapak tanganku ikut menghangat saat panas
tubuhmu merangkak naik.
Matamu. Sepasang bulir bening penuh berisi
semesta hatimu. Apa yang selalu menatapku dalam-dalam sampai pipi ikut
memerah malu. Apa yang selalu perhatikan setiap gerak gerik, sampai
langkahku menghilang di balik pintu rumah. Apa yang selalu kurindukan,
saat jarak bagai spasi memisahkan.
Pipimu. Dua yang gemar kutepuk-tepuk gemas
saat membangukanmu dari tidur yang kebablasan. Dua yang tak ingin aku
melihat air mata mengalir melaluinya. Dua yang acapkali membuatku
tersenyum saat terisi penuh. Sungguh, pipimu lucu saat kamu makan dengan
lahap karena lapar.
Hidungmu. Jalan pintas terdekat menuju bibir
dari keningmu. Yang menyangga kacamatamu agar tetap tegak, tegas
membantu matamu. Yang menghimpun udara untuk menghidupimu; menghidupi
aku juga secara tidak langsung.
Bibirmu. Pengucap jutaan kata cinta,
begitupula rindu. Juga remah-remah amarah, yang seringkali rapi kamu
jaga rapat-rapat lewat kata-kata baik yang dipilih keluar. Seakan lupa
bahwa aku juga pernah mengucap kalimat pembuat luka di pintu hatimu.
Pundakmu. Bantal paling empuk di dunia.
Dimana tangisku, tawaku, peluhku, kesalku, seringkali kutumpuk-tumpuk
jadi satu. Tanpa pernah kamu bosan membiarkan kepalaku bersandar di
situ.
Dadamu. Pusat segala debar dan detak. Milikmu
yang tentu mendebarkan dadaku dan mendetakkan jantungku. Milikmu yang
begitu kuingin agar Tuhan menjaganya. Milikmu, dimana sebagian hatiku
setiap detiknya bertamu, membangun rumah bernama rindu.
Kedua lenganmu. Sepasang yang kokoh menopang
aku. Sepasang yang hangat memeluk aku. Sepasang yang hanya milik kamu,
yang kuizinkan merengkuh, menciptakan teduh, membuat semangat kembali
penuh.
Oh, Tuhan begitu baik. Tuhan begitu mengerti. Tuhan begitu tahu apa yang aku, hatiku, dan ragaku butuhkan.
Kamu.
Dan aku berharap begitupun aku bagimu.
“Pernahkah kamu bertanya-tanya kalau bukan denganku, detik ini kamu sedang menggenggam hati milik siapa?”
Sekali waktu aku pernah sangsi, benarkah
kiranya seorang lelaki bisa betul-betul mencintai perempuannya? Ternyata
pada kamu kutemukan jawabannya.
Bahwa cinta bisa sedemikian sesak saat kamu
yang memberikannya. Bahwa senyum bisa sedemikian tulus saat namamu fasih
kuucap. Bahwa rindu bisa sedemikian sendu saat kamu yang menjadi
alasannya. Bahwa cemas bisa sedemikian menakutkan saat keselamatanmu
yang ada di pikiran. Bahwa peluk bisa sedemikian menyembuhkan saat
hadirmu menenangkanku.
Bahwa aku tak mau, bahkan aku tak mampu;
membayangkan seseorang yang bukan kamu menempati posisimu dalam hatiku.
Karena yang kubutuh hanya kamu. Itu saja.
“Pernahkah kamu bertanya-tanya seperti apa nantinya hubungan kita?”
Masa lalu biarlah berlalu. Ikhlaskan apa yang
pernah kita tinggalkan. Pelajari dan perbaiki apa yang pernah salah
saat dilakukan. Biarkan aku menutupi kurangmu, dan kubiarkan kamu
menutupi kurangku.
Doa tak pernah luput dari bibirku yang hampir
kelu memohon yang terbaik untuk masing-masing kita. Jika memang aku
untuk kamu, jangan biarkan waktu jemu menjamu kisah kita. Jangan biarkan
epilog masuk menuliskan dirinya dalam cerita kita. Jangan biarkan ada
jeda diantara genggaman tangan kita.
Semoga aku dan kamu selalu dikuatkan oleh
Tuhan. Agar kita diperbolehkan menulis paragraf cinta tanpa akhir. Agar
kita diperbolehkan saling membangun diri, memperbaiki hati dan perbuatan
agar terus sejalan. Agar kita diperbolehkan membangun keluarga kecil,
membuat surga jadi rumah kedua kita nantinya.
Sepiring nasi goreng dengan asap mengepul sudah
menunggu kusantap. Kamu malah sudah hampir memulai suapan pertama.
Tersenyum, aku mengucap doa untuk kita sekali lagi. Semoga selalu ada
waktu bagi kita berbagi apapun yang semestinya kita bagi. Sesederhana
ucapan selamat pagi, selamat malam, taruhan bola, keluhan akan tumpukan
tugas, dan sebagainya. Amiin.
*untuk seorang teman, Shinta, yang baru saja
merayakan tahun pertama bersama lelakinya. Semoga tulisan saya cukup
mewakili 365 hari kebelakang, juga harapan untuk hari-hari tak terhitung
di depan sana. Langgeng terus, saya tunggu undangan pernikahan kalian
mampir ke kotak surat, beberapa tahun lagi. Amiin. :’D
http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/26902771554/tulisanpesanan-aku-kamu-semoga-selalu-satu
0 komentar:
Posting Komentar