Mencintaimu mungkin seperti menggenggam
angin. Aku bisa rasakan hadirmu di telapak tanganku, namun mustahil bisa
betul-betul digenggam olehku. Karena kosong, hadirmu seperti palsu.
Mencintaimu mungkin seperti selimut tipis di
udara dingin. Halangi aku dari beku, namun gemetar masih kuasai tubuhku.
Karena rancu, hangatmu seperti semu.
Mencintaimu mungkin seperti jalan pintas yang
gelap dalam sebuah labirin. Kurangi jumlah jejakku saat mencari arah,
namun jika tanpa cahaya, kakiku takut melangkah.
Mencintaimu mungkin seperti tanda koma, bukan tanda titik. Memberhentikan hatiku sementara, namun tidak mungkin untuk selamanya.
Bukan, bukan aku yang meragukanmu. Bukan pula kamu yang ragukan aku.
“Ini masalah perbedaan prinsip,” kata orang.
Tapi, banyak juga orang yang bilang bahwa perbedaan itu indah. Lalu,
mana yang benar? Sedangkan hati kita begitu buta, mungkin pula tuli.
Mana peduli siapa benar, siapa salah. Yang hati kita tahu hanya
bagaimana kita saling merengkuh, membagi teduh, mengobati luka sampai
sembuh. Mana peduli siapa benar, siapa salah.
Tak apa jika aku tak mungkin mendengarmu
bercerita tentang sandal jepitmu yang raib selepas Sholat Jumat. Tak apa
jika aku tak mungkin melihat tanganmu berdoa dengan posisi yang sama
denganku sesaat sebelum kita menyantap makanan. Tak apa jika aku tak
mungkin membaca niat berpuasa dengan terburu-buru saat imsak tiba,
berdua denganmu. Tak apa jika mendambakanmu menjadi imam dalam setiap
sujudku hanyalah benar-benar mimpi. Tak apa, aku betul-betul mengerti.
Yang aku tak pernah mengerti, mengapa dari
sekian juta lelaki di bumi, hanya kamu yang kurasa luar biasa. Begitu
luar biasa karena kamu sanggup membuatku merasa luar biasa disayangi.
Jika memang aku dan kamu tak boleh bersama, mengapa Tuhanku membiarkan
aku dan kamu bertemu, berdekatan, kemudian saling jatuh hati? Cobalah
tanyakan hal yang sama pada Tuhanmu.
Jika saja diperbolehkan, aku sama sekali
tidak keberatan membiasakan diriku mengingatkanmu pergi ke gereja setiap
Hari Minggu, menghias telur bersama sepupu-sepupumu yang lucu saat
Paskah, lalu menemanimu mencari kado Natal untuk sekeluarga di Bulan
Desember mendatang. Jika saja Tuhanku memperbolehkan.
Dan jika cinta adalah pilihan iya atau tidak,
bolehkah aku memilih untuk tidak mencintaimu pada awalnya? Tidak yang
tidak ingin dan tidak akan. Sehingga aku tak perlu menahan kedua lengan
yang seringkali ingin memelukmu, jika senyumku belum cukup tenangkan
cemasmu. Serta tangis, yang seringkali luruh sebab hati ingin milikimu.
Karena cinta kurasa lebih sempurna dalam kedekatan.
Biar saja tangan kita berbeda cara dalam
meminta, namun aku tahu hati kita selalu sama dalam mencinta. Biar saja
bibir kita berbeda cara dalam bersyukur, namun aku tahu senyum kita
selalu sama dalam bertutur. Biar saja tubuh kita berbeda cara dalam
menyembah, namun aku tahu doa kita selalu sama, semoga cinta selalu
tabah dan tidak terus bertambah. Walaupun harus memisah, semoga tetap
berakhir pada satu tujuan searah.
Ini tidaklah mudah, tapi aku yakin kita pasti dipertemukan kepada jalan tengah, oleh Tuhanku dan Tuhanmu.
“agama ngajarin tentang cinta tapi cinta enggak kenal sama yang namanya agama.” - @wira_panda
Bogor, 27062012 02:46
*untuk seorang sahabat, Bella. menulis
ini begitu sulit karena saya belum pernah mempunyai hubungan yang serius
dengan seseorang yang ‘berbeda’. tetapi semoga tulisan saya tidak
mengecewakan dan cukup mewakili perasaan kamu. dan semoga semua
kebingungan, kebimbangan kamu (dan dia) cepat-cepat berujung bahagia
(entah bagaimanapun jalan ceritanya). amiin :’) *hugs*
http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/tagged/TulisanPesanan/page/4
0 komentar:
Posting Komentar