Adalah kamu, semanis-manisnya getar dalam
dada yang tak mau sabar, debar di jantung yang tak henti menyebar.
Adalah juga kamu, sepahit-pahitnya getir di tipisnya bibir, pasir pada
mulut sebuah cangkir.
Cintamu begitu pintar membuatku tersihir. Sampai aku tak habis pikir, apakah ini memang takdir?
Hhh..
Aku bagaikan fakir yang terus harapkanmu, ingin jadi milikmu yang paling akhir.
***
Everything in life is a choice. Banyak orang yang
bilang begitu. Aku rasa mereka tidak betul-betul mengerti bahwa tidak
semudah itu menentukan pilihan. Apalagi jika pilihannya tidak
sesederhana ‘ya’ atau ‘tidak’. Karena terkadang, hati kita lebih memilih
‘mungkin’ sebagai jawabannya. Padahal, ‘mungkin’ adalah pertanda
keraguan.
“Kamu sayang sama aku?”“Mungkin..”“Kamu mau kita bersama?”“Mungkin..”“Kamu mau kita berpisah?”“Mungkin..”
Mungkin. Siapa sangka satu kata ‘mungkin’ malah
bisa lebih menyakitkan daripada menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’? Satu kata
‘mungkin’ bisa menghancurkan harapan yang sebelumnya kamu pupuk
hati-hati sejak lama. Satu kata ‘mungkin’ juga bisa menyatukan kepingan
hati yang semula remuk, berceceran di dalam rongga dada.
Ya, kamu adalah jawaban ‘mungkin’ itu.
Kamu begitu mudah berlari menujuku, lalu detik berikutnya berpaling menjauh.
Sedangkan isi hatiku tak mau turuti kepalaku, sama
sekali tak mengerti akan hal itu. Yang ia tahu hanya bahwa setiap kali
kamu menujuku, langkahmu akan segera berhenti, tak akan pergi ke arah
lain lagi. Namun saat kamu menjauh, hati ini selalu berdoa agar kakimu
tak lupa arah pulang. Padahal kulihat kamu pindah ke lain hati dengan
lancang.
Memang salahku, terlanjur menitipkan hati padamu.
Tapi mengharapkan aku untuk tidak mengharapkanmu tentu saja terlalu
sulit. Dan mengharapkan kamu agar berhenti membuatku berharap nyatanya
jauh lebih sulit.
Mengapa kedua lenganku selalu terbuka menyambutmu
kembali pulang? Sedangkan air mata yang jatuh ketika kamu pergi belumlah
sempat mengering.
Bahkan ketika aku sudah menemukan dia yang
membantuku bangkit berdiri, kamu kembali menoleh dan mencari. Mencariku.
Mengulang iris pada lukaku, menambah persimpangan pada jalan pikiranku,
menarik kuat jerat temali antara hatiku dan hatimu.
***
Berhentilah, aku lelah.
Tegaskan hatimu kemana mau menuju. Pilih hitam atau
putih. Jangan hitam yang keputih-putihan atau putih yang
kehitam-hitaman. Pilih melangkah maju atau mundur. Jangan biarkan kaki
kananmu meminta maju, sedangkan kaki kirimu inginnya mundur. Miliki aku
atau jangan genggam hatiku. Tolak cintaku atau setia di sampingku.
“Kamu mau kita terus seperti ini?”“Tidak. Sudah cukup, aku lelah menanti. Pun, aku lelah melihatmu pergi. Berkali-kali.”
Jika sekali pergi tetaplah pergi, maka lupakan
bagaimana caranya kembali. Dan jika sekali tinggal tetaplah tinggal,
maka lupakan bagaimana caranya tanggal.
“seperti menahan nafas, saat udara panas dan pengap bertemu panca indera.
seperti langkah yang terhenti, antara ingin pulang ataukah terus berlari.
seperti menunggu, ketika menit, detik, jam, meminta jawaban pasti.
seperti tangisan dalam bibir yang kelu, teriak ia enggan, tersedu-sedu ia tak mau diam.
seperti rindu, memaksa merasuk, walau tahu semua hanya semu.
seperti kamu, yang melaju, meniup ragu terus melebur di dadaku.”
Seperti Ingin, Tapi Tak Ingin – Indri Dwi Rachmawati
*untuk seorang teman, Wenny. Semoga tulisan
saya cukup menggambarkan isi hati dan pikiran kamu. Juga isi hati dan
pikiran teman-teman lain yang merasakan hal yang serupa. Semoga kamu
selalu tegar, jangan lagi mudah gentar jika ia mencoba masuki hidupmu
lagi. Dan semoga kita, para pemilik hati yang baik, segera dipertemukan
oleh pasangan yang baik pula. Yang tak mudah merelakan kita pergi, juga
tak mudah kita relakan pergi. Amiin :D
http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/post/27067663378/pesananwenny
0 komentar:
Posting Komentar