Terkadang, cinta memang pintar memaksa.
Memaksa merindukan, memaksa memberi perhatian, memaksa ini-itu lainnya,
termasuk kehendak. Padahal aku dan kamu juga lebih dari mengerti, bahwa
semua yang dipaksa, ataupun terpaksa, seringkali tidak berakhir dengan
baik-baik saja. Namun, lagi-lagi alasan cinta mengambil alih semua
urusan logika.
Telah kucoba jelaskan posisi kita, mencari
jalan keluar dari rumitnya. Dan selagi aku sudah lelah pura-pura
bersabar, kamu terlihat belum lelah menguji kesabaran. Menuntut aku,
menuntut waktu, menuntut apa saja agar sesuai inginmu. Tak pernahkah,
sebentar saja, kamu coba pahami aku?
Aku hanya ingin kita diam sebentar, agar
tenang kembali membahasakan dirinya dalam denyut nadi—milikku yang
semula gencar ingin menjaga jarak dengan nadimu. Aku hanya ingin kita
sama-sama memahami, bahwa percuma saling memaksa hati. Sebab nantinya,
hanya ada sakit yang diam-diam akan menawan kita dari dalam dada
sendiri.
Entah apa sulitnya bagimu untuk berhenti
menuntut-paksa segalanya. Seolah apa yang kuinginkan sama sekali tak
pernah termasuk dalam hitungan. Padahal aku tahu, bahwa tak ada satupun
di antara kita yang sudi memperkarakan hal sepele. Sebab, masih banyak
bahagia yang bisa kita hitung berdua, tanpa mesti menimbang
penyebab-penyebab luka.
Maka, bolehkah aku meminta? Tuntutan itu, hentikanlah.
Dan segala usahaku menjauhimu, akan habis perkara.
nyatanya, merasa benar tidak lantas berarti bahwa kita yang paling benar, bukan? sebab orang lain pun mampu melihat melalui mata mereka sendiri, maka seringkali apa yang dilihat melalui mata kita, bisa saja salah.dan menuntut-paksa kehendak, serupa mengharuskan orang lain melihat melalui mata yang bukan milik mereka; mata kita.
*ditulis untuk ucilcuil. semoga mewakili cerita kamu. :)
gambar diambil dari http://1000drawings.tumblr.com/
http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/tagged/TulisanPesanan/page/2
0 komentar:
Posting Komentar