Ini kisah cintaku yang kesekian. Ya, kali ini
memang bukan lagi denganmu. Namun tak perlulah kamu bertanya, sebab
kamu memang masih punya tempat di dalam aku; sekalipun mati-matian telah
kuusahakan hati ini kosong sejak kita tak lagi bersatu.
Kalau boleh jujur, ini bukan tentang sebaik
apa penggantimu untukku. Ini tentang sedalam apa aku pernah jatuh di
dasar hatimu, tanpa tahu ternyata kita belum sempat membangun jalan
keluarnya. Sehingga meski kita sudah tak lagi bersama, tinggallah aku
yang masih berjuang. Dan bukan atas nama kita.
Sudah kutemukan dia, penggantimu, yang kini
menggenggam penuh hatiku. Takkan kucoba bandingkan kalian. Hanya saja,
apa yang dulu pernah kita ciptakan, bekasnya belum hilang dari ingatan.
Entah itu suka, entah itu luka. Masih menempel rapi pada buku kenangan.
Maafkan egoku jika aku tetap tak mau
dipersalahkan, namun kita berdua juga betul-betul paham bahwa kisah
cinta itu kita bangun perlahan-lahan. Huruf demi huruf. Debar demi
debar. Luka demi luka. Kamu yang lebih dahulu sampai pada titik
terakhir, meninggalkan aku yang masih terpaku pada tanda tanya terbesar.
Kamu yang lebih dahulu membangun kisah baru, meninggalkan aku yang
bingung harus bagaimana; meninggalkan kita? Atau tetap menunggumu dan
menunggalkan kita?
Tuhan yang kemudian datang memberi jawaban
lewat dia yang kini berada di sampingku. Namun sayangnya, bahkan Tuhan
pun tak memberi petunjuk jalan bagiku untuk keluar dari hatimu. Sebagian
aku masih tertinggal di situ. Membuat aku belum sepenuhnya bisa
memasuki pintu hati yang baru. Membuat aku takut, adakah kiranya kisah
ini akan berakhir seperti kisah kita yang lalu?
Aku pernah dilukai. Kamu pernah kulukai. Kita pernah terluka.
Namun aku tahu, kita sudah pernah belajar
mengobati hati tanpa kehadiran masing-masing, lalu mencari bahagia yang
lain. Sebab, tak mungkin Tuhan sebaik ini telah mengirimkan lelaki
untukku dan perempuan untukmu, jika bukan untuk membantu kita menemukan
bahagia yang baru. Bukankah begitu?
Kuharap setelah semua yang kita
lewati−menjadi alasan bagi masing-masing senyum dan air mata−kita memang
sudah siap membangun kisah cinta yang baru lagi, yang jauh lebih baik.
Jangan sampai setiap detik perpisahan itu menjadi sia-sia, hanya karena
kita tak pandai perbaiki yang salah, kemudian justru mengulang apa yang
dulu kita sebut sebagai masalah.
Selalu ada awal bagi sebuah akhir; dan akhir
bagi sebuah awal. Serta selalu ada waktu untuk menyesal, namun yang kita
butuhkan adalah rasa syukur atas segala hal. Ingatlah, jika Tuhan
memang sudah berkata ‘ya’ untuk melangkah maju, tak perlu bingung harus
ke mana menuju. Sebab aku percaya, di hadapan sana, banyak bahagia yang
sudah menunggu untuk dimiliki oleh kita.
*untuk seorang teman, dwiariani. maaf
untuk waktu yang tidak sebentar menunggu tulisan ini selesai. semoga
tulisan ini masih bisa diterima entah oleh sudut sebelah mana dalam
hatimu. selamat menjalani kisahmu yang baru. :’)
http://abcdefghindrijklmn.tumblr.com/tagged/TulisanPesanan/page/3
0 komentar:
Posting Komentar